MODEL PERSEPSI
UJARAN
I.
Latar Belakang
Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses
artikulasi dan kemudian terkonsep dalam otak manusia secara sempurna.
Selanjutnya hal tersebut diwujudkan dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti
oleh interlokutor tertentu (Darjowidjojo, 2005: 49). Terkadang manusia tidak menyadari bahwa
ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi yang melewati udara itu ternyata sebuah
proses yang kompleks. Pada dasarnya ujaran adalah suara murni (tuturan),
langsung dari sosok yang berbicara. Jadi ujaran dapat berupa kata, kalimat,
atau gagasan, yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Adanya ujaran
ini akan muncul makna sintaksis, semantik dan pragmatik.
Persepsi ujaran menurut Glasen (1998:108) adalah proses
dimana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi ujaran melibatkan tiga proses yang
meliputi, pendengaran, penafsiran dan pemahaman terhadap semua suara yang
dihasilkan oleh penutur. Kombinasi fitur-fitur tersebut (secara runtut) adalah
fungsi utama persepsi ujaran. Persepsi ujaran menggabungkan tidak hanya
fonologi dan fonetik dari tuturan yang akan dirasakan, tetapi juga aspek
sintakmatik dan semantik dari pesan lisan tersebut.
Para ahli psikolinguistik mengemukakan model-model
teoritis yang dapat menerangkan bagaimana manusia mempersepsi bunyi hingga
terbentuk pemahaman ujaran. Tulisan ini akan memaparkan beberapa hal mengenai;
1) sekilas tentang fonotaktik dan tilas neurofisiologis yang berkaitan dengan
persepsi ujaran dan 2) model-model persepsi ujaran.
II.
Fonotaktik dan Tilas Neurofisiologis dalam Persepsi
Ujaran
Dalam kaitannya dengan persepsi ujaran, fonotaktik
merupakan pengaturan urutan bunyi dalam hal ini fonem (Su’udi 2011:24). Aspek
fonotaktik sangat penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas
persepsi ujaran. Sedangkan Kridalaksana (1993:46) memberikan pengertian
mengenai fonotaktik yaitu, urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa,
atau deskripsi tentang urutan tersebut.
Sedangkan menurut
Dardjowidjojo (2008:41) tiap bahasa memiliki sistem tersendiri untuk
menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Dengan demikian tidak
mustahil adanya dua bahasa yang memiliki beberapa fonem yang sama tetapi
fonotaktiknya berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,misalnya memiliki
fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris
memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada awal suku seperti terlihat
pada kata sprite /sprait/ dan split /split/. Orang Indonesia tidak dapat atau
sukar sekali mengucapkan kata ‘kompleks’, ‘konstruksi’, sprite’, ‘film’,
excuser’, ‘grande’ karena dia tidak dapat mempersepsinya dengan tepat. Untuk
mengucapkan secara tepat dibutuhkan
latihan yang memadai dalam dua tahap. Mula-mula latihan organ
pendengaran agar organ tersebut terbiasa mendengar fonotaktik asing, seperti
/ks/, /ns/, /sp/, /lm/, atau /ãd/. Kemudian tahap kedua, latihan organ tersebut
luwes dalam mengartikulasikan bunyi denagn fonotaktik bahasa asing.
Pengetahuan tentang fonotaktik yang berbeda dari satu
bahasa ke bahasa lain menyadarkan para pengajar bahasa perlunya perhatian kusus
dalam pembelajaran bahasa asing. Bunyi /film/ akan menjadi /filem/ dan bunyi
/rileks/ menjadi /rilek/. Hal ini juga
tentunya dipengaruhi oleh tilas neurofisiologis (neurophysiological trace) seseorang dalam mempersepsikan ujaran.
Sedangkan tilas neurofisiologis adalah jejak atau tilas di otak yang
menunjukkan bahwa dia pernah mendengar bunyi tertentu (Su’udi, 2011:20).
III.
Model Persepsi Ujaran
Berbagai model telah dikembangkan untuk membantu memahami
komponen ujaran. Ada model yang berfokus pada produksi atau persepsi berbicara
semata-mata, dan ada model lain yang menggabungkan kedua produksi ujaran dan
persepsi secara bersamaan. Beberapa model pertama dibuat dalam kurun waktu sampai
sekitar pertengahan 1900-an, dan model tersebut terus-menerus dikembangkan hingga
saat ini.
Masalah utama dalam menentukan model persepsi ujaran
adalah menentukan model persepsi yang tepat dari sebuah proses persepsi ujaran.
Hal tersbut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: top-down process atau bottom-up
process (Field, 2003). Pada
pemrosesan top-down, pendengar
merasakan seluruh kata, kemudian memecahnya menjadi komponen-komponen kecil
untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam proses bottom-up, pendengar merasakan sebuah kata pertama, dan kemudian
menyusun kumpulan kata secara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna.
Ketika merancang model persepsi ujaran, kedua proses tersebut perlu
diperhitungkan. Beberapa model persepsi
ujaran berdasarkan tahun diusulkannya teori-teori tersebut adalah:
A.
Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor)
Menurut
enwikiversity.org model ini dikembangkan pada tahun 1967 oleh Liberman dkk.
Prinsip dasar dari model ini terletak pada produksi suara di saluran vokal
pembicara. Teori ini menyatakan bahwa pendengar mampu merasakan gerakan fonetik
pembicara sementara si pembicara itu berbicara. Sikap fonetik, dalam model ini,
adalah representasi dari penyempitan saluran vokal pembicara sambil
menghasilkan bunyi ujaran. Setiap gerakan fonetik diproduksi unik di saluran
vokal. Tempat yang berbeda dari gerakan memproduksi memungkinkan pembicara
untuk menghasilkan fonem penting bagi pendengar untuk melihat.
Dalam teori ini
Goldstone (1994) menyatakan bahwa ada dua hal, yang perlu diperhatikan yaitu trading relations dan coarticulation. Trading relations adalah
konsep yang menyatakan bahwa tidak setiap gerakan fonetik dapat diterjemahkan
secara langsung dan didefinisikan dalam istilah akustik. Ini berarti bahwa
harus ada langkah lain untuk menafsirkan gerakan vokal. Sedangkan konsep coarticulation adalah bahwa ada variasi
di daerah artikulasi gerakan vokal yang dihasilkan oleh penutur. Gerakan yang
sama mungkin dapat diproduksi di lebih dari satu tempat. Fonem yang dipahami oleh
pendengar berdasarkan pada kemampuan si pendengar itu untuk mengidentifikasi
semua variasi ujaran. Letak artikulasi dapat dillihat kembali dalam gambar
berikut;
GAMBAR 1
HUMAN VOCAL TRACT
(ALUR GERAKAN VOKAL MANUSIA)
Dari kedua proses
tadi (trading relations dan coarticulation) kemudian dalam Model Teori Motor
ini menurut Goldstone (1994) akan ditemukan proses categorical perception (persepsi kategoris). Persepsi kategoris adalah
konsep bahwa fonem ujaran dapat dibagi secara kategoris setelah mereka fonem-fonem
tersebut diproduksi. Ujaran terdiri dari tempat artikulasi dan waktu onset
suara. Beberapa gerakan vokal hanya dapat terjadi dari satu jenis artikulasi.
Gerakan lainnya memiliki berbagai coarticulation.
Ini berarti bahwa suara yang sama dapat diproduksi di satu tempat di saluran
vokal, atau dapat dihasilkan dari beberapa tempat yang berbeda di saluran
vokal. Kemampuan untuk menentukan di mana suara tertentu diproduksi akan
membantu dalam menentukan suara (jenis fonem) setelah diproduksi. Gerakan vokal
yang berbeda menghasilkan onset suara pada waktu yang berbeda, tergantung pada
apa suara yang dihasilkan . Sebagai contoh, /b/ memiliki onset suara yang
berbeda dari /p/ namun keduanya diproduksi di tempat yang sama di saluran
vokal. Membuat perbedaan antara artikulasi dan onset suara memungkinkan gerakan
pengelompokan (pembuatan kategori) yang ditentukan berdasarkan cara suara-suara
tersebut diproduksi .
GAMBAR 2
ONSET SUARA
Marslen-Wilson dan
Welsh (1978) dalam Dardjowidjojo (2005) mengilustrasikannya sebagai berikut:
bunyi /b/ pada kata /buka/ dan /bisa/ tidak persis sama dalam pengucapannya,
kedua bunyi ini tetap saja dibuat dengan titik dan cara artikulasi yang sama.
Seorang penutur akan menganggap kedua bunyi ini sebagai dua alofon dari satu
fonem yang sama Jadi meskipun kedua bunyi ini secara fonetik berbeda, akan
dipersepsi sebagai bunyi yang sama.
B.
Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis)
Dardjowidjojo
(2005: 53) menyebutnya dengan Model Analisis dengan Sintesis. Model ini
menyatakan bahwa pendengar mempunyai sistem produksi yang dapat mensintesiskan
bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya (Stevens 1960, dan Stevens dan
Halle 1967, dalam Gleason dan Ratner 1998). Sebagai contoh bila penutur bahasa
Indonesia mendengar deretan bunyi /pola/ maka mula-mula dianalisislah ujaran
itu dari segi fitur distingtifnya, kemudian disintesiskanlah ujaran itu untuk
memunculkan bentuk-bentuk yang mirip dengan bentuk itu (/mula/, /pula/, /kola/,
/pola/) sampai akhirnya ditemukan deretan yang persis sama, yakni /pola/. Baru
pada saat inilah deretan tadi dipersepsikan dengan benar.
C.
Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP)
Massaro (1987) dan Werker
(1991) menyatakan bahwa Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP) adalah sebuah
temuan baru karena Model Teori Motor dinilai lemah. Menurut Massaro persepsi
kategoris (categorical perception) bukanlah suatu tanda bahwa kita memiliki
modus khusus dalam otak kita berkaitan dengan mengelompokkan fonem. Hal ini
dikarenakan persepsi ujaran sebenarnya terbentuk melalui dari tiga proses:
evaluasi fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan (Djarjowidjojo, 2005).
DIAGRAM 1
FUZZY LOGIC MODEL OF PERCEPTION
(FLMP)
DARI MASSARO
AUDITORY INPUT
VISUAL INPUT
|
EVALUATION
|
INTEGRATION
|
DECISION
|
RESPONSE
|
AUDITORY FEATURES
|
VISUAL FEATURES
|
EVIDENCE
|
Dalam model ini
dikenal adanya bentuk prototipe tentang semua nilai ideal yang ada pada suatu
kata, termasuk fitur-fitur distingtifnya (pembedanya). Informasi dari semua
fitur yang masuk dievaluasi, diintegrasi dan kemudian dicocokkan dengan
deskripsi dari prototipe yang ada pada memori kita. Setelah dicocokkan lalu
diambil kesimpulan apakah masukan tadi cocok dengan yang terdapat pada
prototipe.
Jika kita mendengar
bunyi /ba/ maka kita mengkaitkannya denngan suku kata ideal untuk suku ini,
yakni semua fitur yang ada pada konsonan /b/ maupun pada vokal /a/. Evaluasi
ini lalu diintegrasikan dan kemudian diambil kesimpulan bahwa suku kata /ba/
yang kita dengar sama (atau tidak sama) dengan suku kata dari prototipe kita.
Model ini dinamakan
fuzzy (kabur) karena bunyi suku kata
atau kata yang kita dengar tidak mungkin persis 100 persen sama dengan
prototipe kita. Orang yang sedang mengunyah sesuatu sambil mengatakan /baraɳ/
pasti tidak persis sama dengan yang diucapkan oleh orang yang tidak sedang
mengunyah apa-apa.
D.
Cohort Model
Diusulkan pada
tahun 1980-an oleh Marslen-Wilson, Model Cohort adalah representasi untuk
pengambilan leksikal. Aitchison (1987) menyatakan bahwa leksikon individu
adalah kamus mental seseorang. Menurut sebuah studi, rata-rata individu
memiliki leksikon sekitar 45.000 sampai 60.000 kata Premis dari Model Cohort
adalah bahwa pendengar memetakan kata-kata baru dengan kosakata yang sudah ada
dalam kamus mentalnya. Setiap bagian dari tuturan dapat dipecah menjadi beberapa
segmen. Semakin banyak segmen yang didengar, ia bisa menghilangkan kata-kata
dari kamus mereka yang tidak berpola sama.
Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Gleason dan Ratner (1998) secara umum menjelaskan Model Cohort
dalam sebuah tahap dimana informasi mengenai fonetik dan akustik bunyi-bunyi
pada kata yang kita dengar memicu ingatan kita untuk memunculkan kata-kata lain
yang mirip dengan kata tadi.
Bila kita mendengar kata /prihatin/ maka semua kata yang
mulai dengan /p/ akan teraktifkan: pahala, pujaan, priyayi,prakata,dsb.
Kata-kata yang termunculkan itulah yang disebut cohort. Kemudian kata-kata yang
tidak mirip dengan target (pahala,pujaan) akan tersingkirkan. Lalu kata
/priyayi/ dan /prakata/ akan ikut disingkirkan aren fonem selanjutnya adalah
/h/ dan persis cocok dengan yang diterima. Secara diagramatik model untuk
mempersepsi kata prihatin adalah sebagai berikut (Dardjowidjojo, 2005) :
DIAGRAM 2
MODEL
PERSEPSI COHORT UNTUK KATA ‘PRIHATIN’
pahala
pujaan
piranti
prihatin priyayi priyayi priyayi
prakata prakata
prihatin prihatin prihatin prihatin
dst.
|
E.
TRACE Model
Model ini ditemukan
oleh James McCleland & Jeffrey Elman (McClelland dan Elman, 1986). Teori
ini menyatakan bahwa ada beberapa masalah yang dialami pendengar ketika
mendengar suatu bunyi, (Su’udi, 2011: 24): 1) bunyi yang didengar tidak benar-benar
terpisah, tetapi agak tumpang tindih, 2) pelafalan bunyi dipengaruhi oleh
lingkungannya yaitu bunyi sebelum atau sesudah bunyi tersebut, 3) beragamnya pelafalan
suatu bunyi yang disebabkan aksen individual, kedaerahan, atau kebisingan
lingkungan tempat ujaran didengar. Salah satu atau beberapa hal tersebut
membuat awal bunyi sebuah kata didengar semua kata yang berinisial sama dengan
kata tersebut akan teraktifan dalam ingatan, kata tersebut kemudian bersaing
untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul, akhirnya makna
yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, atinya persaingan
selesai.
Persepsi
bunyi atau urutan bunyi menurut teori ini mengalami proses sebagai berikut: 1)
ketika awal bunyi, misalnya sebuah kata, didengar, semua kata yang berinisial
sama dengan kata tersebut akan teraktifkan dalam ingatan, 2) kata tersebut
bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul, 3)
akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar,
artinya persaingan selesai. Model TRACE menurut http://en.wikiversity.org, secara umum dijelaskan sebagai berikut:
The TRACE model
works in two directions. TRACE allows for either words or phonemes to be
derived from a spoken message. By segmenting the individual sounds, phonemes
can be determined from spoken words. By combining the phonemes, words can be
created and perceived by the listener.
Model
TRACE bekerja dalam dua arah. Dalam TRACE, baik kata-kata atau fonem dapat
ditangkap dari pesan lisan (tuturan). Dengan segmentasi suara individu, fonem
dapat ditentukan dari kata yang diucapkan. Kemudian dengan menggabungkan fonem,
kata-kata dapat dibuat dan dirasakan oleh pendengar.
DIAGRAM 3
MODEL TRACE
DALAM PERSEPSI UJARAN MANUSIA
F.
Exemplar Theory
Menurut Goldinger
(1996), premis utama Examplar Theory
(Teori Contoh-Contoh Leksikon) sangat mirip dengan Model Cohort. Examplar Theory didasarkan pada hubungan
antara memori dan pengalaman sebelumnya dengan kata-kata. Teori ini bertujuan
untuk menjelaskan cara pada saat pendengar bisa mengingat episode akustik.
Sebuah episode akustik adalah sebuah pengalaman terhadap kata-kata yang
diucapkan. Rincian kata didengar dan diingat secara spesifik oleh pendengar.
Jika kata tersebut akrab bagi pendengar. Pendengar mungkin dapat mengenali
kata-kata dengan lebih baik, jika sebelumnya ia mendengar kata tersebut secara
berulang-ulang dari pembicara yang sama dan dengan kecepatan bicara yang sama
Teori ini meyakini
bahwa setiap kata meninggalkan jejak yang unik pada memori pendengar dan jejak
ini membantu pendengar dalam mengingat kata-kata . Ketika kata-kata baru masuk
memori, jejak dari kata-kata baru dicocokkan kemudian dicari ada tidaknya kesamaan
(Goldinger, 1998). Semakin banyak pengalaman perbaikan leksikal yang diperoleh
serta kata-kata baru yang dipelajari atau didengar, maka stabilitas memori seseorang
akan semakin meningkat. Goldinger (1998) menjelaskan plastisitas leksikal dalam
The Ganong Effect yaitu bahwa jejak
memori dunia nyata jauh lebih mudah dilihat daripada memori kata omong kosong. Kata
(dalam Bahasa Inggris) Soot, Boot, Root
akan lebih mudah untuk diingat karena kesamaan dalam memori pendengar daripada
kata Snoyb, Bnoyb, dan Rnoyb karena kata-kata tersebut tidak
serupa dalam memori pendengar, sehingga akan sulit untuk diingat. Berikut ini adalah ilustrasi yang menjelaskan Exemplar Model (XMOD);
DIAGRAM 4
ILUSTRASI EXAMPLAR
THEORY
(MODEL JOHSON, 2004)
Dalam gambar ini,
input ujaran adalah kata ' sosa '. Eksemplar
dalam leksikon mental diaktifkan menurut
kesamaan fonetik dari kata tersebut. Kemudian eksemplar tersebut mengaktifkan kategori
‘pembicara’ ( dalam hal ini contoh; Maria vs Jose ) dan kategori leksikal yang
diucapkan oleh ‘talker’. Panah tebal
menandakan tingginya aktivasi eksemplar. Pembicara dengan tingkat aktivasi
tertinggi adalah Jose, kemudian , kategori yang memiliki tingkat aktivasi
tertinggi adalah kata ' sosa . ' Ini adalah simulasi kasar cara kerja XMOD.
G.
Neurocomputational Model
Model ini diusulkan
oleh Kroger dkk (2009). Mereka berpendapat bahwa model persepsi ujaran didasarkan
pada fakta-fakta neurofisiologis dan neuropsikologi. Mereka mensimulasikan jalur
saraf mana saja di berbagai wilayah otak yang terlibat dalam proses pengujaran
terutama ketika ujaran tersebut diproduksi dan dirasakan. Dengan menggunakan
model ini, area otak dalam pengetahuan ujaran diperoleh dengan cara melatih
jaringan saraf untuk mendeteksi suara di daerah kortikal dan sub-kortikal otak.
Melalui penelitian mereka, Kroger dan rekan menentukan bahwa model
neurocomputational memiliki kemampuan embedding
di daerah-daerah otak fitur penting dalam proses produksi ujaran dan persepsi
untuk mencapai pemahaman ujaran.
Model ini berbeda
dengan model yang dibahas sebelumnya dalam kaitannya dengan persepsi ujaran. Hickok &
Poeppel (2000) mengembangkan model
ini untuk menunjukkan bahwa persepsi ujaran tidak hanya melibatkan persepsi
bahasa lisan, akan tetapi juga sangat bergantung pada produksi bahasa juga.
Model ini sangat mencerminkan temuan Liberman dan rekan dalam pekerjaan mereka pada
Teori Motor. Kedua model ini menunjukkan bahwa persepsi ujaran adalah produk
dari kedua produksi ujaran dan bagaimana ujaran diterima. Huang, dkk (2001)
menunjukkan bahwa ada beberapa daerah mirip dalam otak yang diaktifkan untuk
memproduksi dan mempersepsi bahasa sekaligus. Model neurocomputational adalah salah satu dari beberapa model yang
memetakan jalur kerja di otak dalam memproduksi ujaran. Neurocomputational merupakan
model pengolahan ujaran yang kompleks yang terdiri dari bagian kognitif, motorik dan sensoris.
Bagian kognitif
atau linguistik terdiri dari aktivasi saraf atau generasi representasi fonemik pada
sisi produksi ujaran serta aktivasi saraf di sisi persepsi ujaran. Bagian motorik
dimulai dengan representasi fonem ujaran
, mengaktifkan rencana motorik dan berakhir dengan artikulasi komponen ujaran
tertentu. Bagian sensoris dimulai dengan sinyal akustik ujaran (sinyal suara akustik), menghasilkan
representasi pendengaran untuk sinyal itu dan mengaktifkan representasi fonemik
untuk komponen ujaran.
Pendekatan
terkemuka dalam neurocomputational adalah model DIVA dikembangkan oleh Frank H.
Guenther dan kelompoknya di Universitas Boston (en.wikipedia.org). Model tersebut memperhitungkan berbagai macam
data fonetis dan gambaran sistem saraf tapi bersifat spekulatif.
GAMBAR 3
ILUSTRASI PROSES
MODEL NEUROCOMPUTATIONAL
Gambar. 3B: Peta saraf dengan pola aktivasi
terdistribusi.
|
Pemetaan saraf antara peta
fonetik (pola aktivasi lokal untuk keadaan fonetik tertentu), rencana
peta keadaan bermotor (pola aktivasi didistribusikan) dan peta pendengaran
negara (pola aktivasi didistribusikan). Hanya hubungan saraf dengan neuron
pemenang dalam peta fonetik ditampilkan
|
Gambar. 3A: peta saraf dengan pola aktivasi lokal. Warna magenta: neuron
dengan tingkat aktivasi tertinggi,
biru: neuron yang tidak
teraktivasi
|
Peta bunyi ujaran -
diasumsikan terletak di bagian inferior dan posterior daerah Broca (kiri
frontal operkulum) - mewakili sistem fonologi bahasa tertentu unit ujaran
(suara, suku kata, kata, frase pendek). Setiap unit ujaran (terutama suku kata, misalnya suku kata dan kata
"palm" /pam/, suku kata /pa /, / ta /, / ka /, ...) diwakili oleh sel
model spesifik dalam peta bunyi ujaran. Setiap model sel sesuai dengan populasi kecil neuron yang
terletak dalam jarak dekat dan yang terhubungkan secara bersama-sama.
H.
Dual Stream Model
Dual Stream Model,
diusulkan oleh Hickok dan Poeppel ( 2007). Model ini dinamakan dual stream karena dinyatakan bahwa
terdapat dua jaringan saraf fungsional berbeda dalam proses ujaran dan
informasi bahasa. Salah satu jaringan saraf terutama berkaitan dengan informasi
sensorik dan fonologi berkaitan dengan konseptual dan semantik. Jaringan
lainnya beroperasi dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan
motorik dan sistem artikulasi . Dalam Dual Stream Model ada beberapa aspek yang
diperhatikan yaitu; kunci dari ujaran, produksi dan persepsi. Belahan kiri otak
manusia berurusan dengan informasi, tetapi sebagai Hickok & Poeppel (2007) menemukan
bahwa belahan otak kiri ini juga mampu mewakili informasi akustik sama mudahnya
seperti belahan kanan. Dengan demikian teori Dual Stream Model dikatakan unik
dan masuk akal sebagai model untuk persepsi ujaran.
Dual stream model
harus diasumsikan dengan benar, yaitu bahwa kita menerima 1) representasi
sensorik /fonologis baik dengan sistem konseptual maupun sistem motorik, dan 2)
bahwa sistem konseptual dan sistem motor-ujaran bukanlah hal yang sama, maka berarti harus ada dua
aliran pengolahan . Pengolahan pertama menuju ke sistem konseptual, yang lain
mengarah ke sistem motorik.
GAMBAR
4
ILUSTRASI DUAL
STREAM MODEL
Via higher order mental networks
|
Combinatorial network
(left domain)
|
Spectrotemporal
analysis
|
Phonogical
network
|
Lexical interface
Weak-left-hemiphere bias
|
Ventral stream
|
Sensory motor interface
|
Articulatory network
(left domain)
|
Dorsal stream
|
Input from other sensory modalities
|
Conceptual
network
|
IV.
Simpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan
diatas adalah:
A.
Fonotaktik (pengaturan urutan bunyi) dan tilas neurofisiologis (jejak atau tilas di
otak terhadap bunyi tertentu) merupakan dua faktor penting yang menentukan
kualitas persepsi ujaran.(Su’udi, 2011:20).
B.
Beberapa model
persepsi ujaran disarikan dari berbagai sumber adalah
1.
TRACE Model
(McClelland dan Elman, 1986)
2.
Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor) dalam enwikiversity.org, Goldstone
(1994), Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Dardjowidjojo (2005).
3.
Cohort Model dalam
(Aitchison (1987) Marslen-Wilson dan Welsh 1978 dalam Gleason dan Ratner, 1998
Dardjowidjojo, 2005.
4.
Exemplar Theory oleh
Goldinger (1996), Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP) oleh Massaro (1987)
dan Werker (1991) dan (Djarjowidjojo,
2005).
5.
Neurocomputational Model oleh Kroger dkk (2009 Hickok & Poeppel (2000), Huang,
dkk (2001).
6.
Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis) oleh Dardjowidjojo
(2005: 53), (Stevens 1960, dan Stevens dan Halle 1967, dalam Gleason dan Ratner
1998).
7.
Dual Stream Model
oleh Hickok dan Poeppel ( 2007).
Daftar Pustaka
Aitchison, J. 1987. Words in the Mind.
Oxford: Basil Blackwell (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik:
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
DIVA model: a model of speech production, focussing on feedback control
processes, developed by Frank H. Guenther and his group at Boston University,
MA, USA. The term "DIVA" refers to "Directions Into Velocities
of Articulators" (en.wikipedia.org diunduh pada tanggal 7 Oktober 2013)
Field, John. 2003. Psycholinguistics.
USA: Routledge.
Gleason, Jean. Berko dan Nan Bernstein Rartner, eds. 1998. Edisi Kedua. Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace
College Publishers.
Goldstone, L. (1994). Influences of categorization on perceptual
discrimination. Journal of Experimental Psychology 123 178–200 (en.wikiversity.org
diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)
Goldinger, S. (1996). Words and Voices: Episodic Traces in Spoken Word
Identification and Recognition Memory. Journal of Experimental Psychology:
Learning, Memory and Cognition 22(5) 1166-1183 (en.wikiversity.org diunduh pada
tanggal 4 Oktober 2013)
Goldinger, S. (1998). Echo of Echoes?
An Episodic Theory of Lexical Access. Psychological review 105(2) 251-279 (en.wikiversity.org
diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)
Hickok & Poeppel (2000). Towards a
Functional Neuroanatomy of Speech Perception. Trends in Cognitive Science 4
131–138 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)
Hickok, G. & Poeppel, D. (2007).The
Cortical Organization of Speech Processing. Nature Reviews Neuroscience
8(5) 393-402 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)
http://en.wikipedia.org/wiki/Neurocomputational_speech_processing#cite_note-5
Huang et al (2001). Comparing
Cortical Activations for Silent and Overt Speech using Event-Related fMRI.
Human Brain Mapping 15 39–53 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober
2013)
Johnson, Keith. (1997). The auditory/perceptual basis for speech segmentation. Ohio State
University Working Papers in Linguistics 50: 101-113. (http://web.uvic.ca/~tyoon/research/ExemplarModel.html diunduh
pada tanggal 8 Oktober 2013)
KridaLaksana, Hari Murti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Kroger et al. (2009) Towards a
neurocomputational model of pseech production and perception. Speech
Communication 15. 793-809 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober
2013)
McClelland J., & Elman J. (1986). The TRACE Model of Speech Perception.
Cognitive Psychology, 18, 1-86
Su’udi, Astini.2011. Pengantar
Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis. Semarang: Widya Karya.
It a good paper but I'm sorry, I could not see the figures. thanks
BalasHapus