Kamis, 17 Oktober 2013

Psikolinguistik - Model Persepsi Ujaran


MODEL PERSEPSI UJARAN

I.         Latar Belakang
Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Selanjutnya hal tersebut diwujudkan dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokutor tertentu (Darjowidjojo, 2005: 49).  Terkadang manusia tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi yang melewati udara itu ternyata sebuah proses yang kompleks. Pada dasarnya ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung dari sosok yang berbicara. Jadi ujaran dapat berupa kata, kalimat, atau gagasan, yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Adanya ujaran ini akan muncul makna sintaksis, semantik dan pragmatik.
Persepsi ujaran menurut Glasen (1998:108) adalah proses dimana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi, pendengaran, penafsiran dan pemahaman terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur. Kombinasi fitur-fitur tersebut (secara runtut) adalah fungsi utama persepsi ujaran. Persepsi ujaran menggabungkan tidak hanya fonologi dan fonetik dari tuturan yang akan dirasakan, tetapi juga aspek sintakmatik dan semantik dari pesan lisan tersebut.
Para ahli psikolinguistik mengemukakan model-model teoritis yang dapat menerangkan bagaimana manusia mempersepsi bunyi hingga terbentuk pemahaman ujaran. Tulisan ini akan memaparkan beberapa hal mengenai; 1) sekilas tentang fonotaktik dan tilas neurofisiologis yang berkaitan dengan persepsi ujaran dan 2) model-model persepsi ujaran.

II.           Fonotaktik dan Tilas Neurofisiologis dalam Persepsi Ujaran
Dalam kaitannya dengan persepsi ujaran, fonotaktik merupakan pengaturan urutan bunyi dalam hal ini fonem (Su’udi 2011:24). Aspek fonotaktik sangat penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas persepsi ujaran. Sedangkan Kridalaksana (1993:46) memberikan pengertian mengenai fonotaktik yaitu, urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa, atau deskripsi tentang urutan tersebut.
Sedangkan menurut Dardjowidjojo (2008:41) tiap bahasa memiliki sistem tersendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Dengan demikian tidak mustahil adanya dua bahasa yang memiliki beberapa fonem yang sama tetapi fonotaktiknya berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,misalnya memiliki fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada awal suku seperti terlihat pada kata sprite /sprait/ dan split /split/. Orang Indonesia tidak dapat atau sukar sekali mengucapkan kata ‘kompleks’, ‘konstruksi’, sprite’, ‘film’, excuser’, ‘grande’ karena dia tidak dapat mempersepsinya dengan tepat. Untuk mengucapkan secara tepat dibutuhkan  latihan yang memadai dalam dua tahap. Mula-mula latihan organ pendengaran agar organ tersebut terbiasa mendengar fonotaktik asing, seperti /ks/, /ns/, /sp/, /lm/, atau /ãd/. Kemudian tahap kedua, latihan organ tersebut luwes dalam mengartikulasikan bunyi denagn fonotaktik bahasa asing.
Pengetahuan tentang fonotaktik yang berbeda dari satu bahasa ke bahasa lain menyadarkan para pengajar bahasa perlunya perhatian kusus dalam pembelajaran bahasa asing. Bunyi /film/ akan menjadi /filem/ dan bunyi /rileks/  menjadi /rilek/. Hal ini juga tentunya dipengaruhi oleh tilas neurofisiologis (neurophysiological trace) seseorang dalam mempersepsikan ujaran. Sedangkan tilas neurofisiologis adalah jejak atau tilas di otak yang menunjukkan bahwa dia pernah mendengar bunyi tertentu (Su’udi, 2011:20). 

III.   Model Persepsi Ujaran
Berbagai model telah dikembangkan untuk membantu memahami komponen ujaran. Ada model yang berfokus pada produksi atau persepsi berbicara semata-mata, dan ada model lain yang menggabungkan kedua produksi ujaran dan persepsi secara bersamaan. Beberapa model pertama dibuat dalam kurun waktu sampai sekitar pertengahan 1900-an, dan model tersebut terus-menerus dikembangkan hingga saat ini.
Masalah utama dalam menentukan model persepsi ujaran adalah menentukan model persepsi yang tepat dari sebuah proses persepsi ujaran. Hal tersbut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: top-down process atau bottom-up process (Field, 2003). Pada pemrosesan top-down, pendengar merasakan seluruh kata, kemudian memecahnya menjadi komponen-komponen kecil untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam proses bottom-up, pendengar merasakan sebuah kata pertama, dan kemudian menyusun kumpulan kata secara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna. Ketika merancang model persepsi ujaran, kedua proses tersebut perlu diperhitungkan.  Beberapa model persepsi ujaran berdasarkan tahun diusulkannya teori-teori tersebut adalah:

A.      Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor)
Menurut enwikiversity.org model ini dikembangkan pada tahun 1967 oleh Liberman dkk. Prinsip dasar dari model ini terletak pada produksi suara di saluran vokal pembicara. Teori ini menyatakan bahwa pendengar mampu merasakan gerakan fonetik pembicara sementara si pembicara itu berbicara. Sikap fonetik, dalam model ini, adalah representasi dari penyempitan saluran vokal pembicara sambil menghasilkan bunyi ujaran. Setiap gerakan fonetik diproduksi unik di saluran vokal. Tempat yang berbeda dari gerakan memproduksi memungkinkan pembicara untuk menghasilkan fonem penting bagi pendengar untuk melihat.
Dalam teori ini Goldstone (1994) menyatakan bahwa ada dua hal, yang perlu diperhatikan yaitu trading relations dan coarticulation. Trading relations adalah konsep yang menyatakan bahwa tidak setiap gerakan fonetik dapat diterjemahkan secara langsung dan didefinisikan dalam istilah akustik. Ini berarti bahwa harus ada langkah lain untuk menafsirkan gerakan vokal. Sedangkan konsep coarticulation adalah bahwa ada variasi di daerah artikulasi gerakan vokal yang dihasilkan oleh penutur. Gerakan yang sama mungkin dapat diproduksi di lebih dari satu tempat. Fonem yang dipahami oleh pendengar berdasarkan pada kemampuan si pendengar itu untuk mengidentifikasi semua variasi ujaran. Letak artikulasi dapat dillihat kembali dalam gambar berikut;

GAMBAR 1
HUMAN VOCAL TRACT
(ALUR GERAKAN VOKAL MANUSIA)












Dari kedua proses tadi (trading relations dan coarticulation) kemudian dalam Model Teori Motor ini menurut Goldstone (1994) akan ditemukan proses categorical perception (persepsi kategoris). Persepsi kategoris adalah konsep bahwa fonem ujaran dapat dibagi secara kategoris setelah mereka fonem-fonem tersebut diproduksi. Ujaran terdiri dari tempat artikulasi dan waktu onset suara. Beberapa gerakan vokal hanya dapat terjadi dari satu jenis artikulasi. Gerakan lainnya memiliki berbagai coarticulation. Ini berarti bahwa suara yang sama dapat diproduksi di satu tempat di saluran vokal, atau dapat dihasilkan dari beberapa tempat yang berbeda di saluran vokal. Kemampuan untuk menentukan di mana suara tertentu diproduksi akan membantu dalam menentukan suara (jenis fonem) setelah diproduksi. Gerakan vokal yang berbeda menghasilkan onset suara pada waktu yang berbeda, tergantung pada apa suara yang dihasilkan . Sebagai contoh, /b/ memiliki onset suara yang berbeda dari /p/ namun keduanya diproduksi di tempat yang sama di saluran vokal. Membuat perbedaan antara artikulasi dan onset suara memungkinkan gerakan pengelompokan (pembuatan kategori) yang ditentukan berdasarkan cara suara-suara tersebut diproduksi .






GAMBAR 2
ONSET SUARA

Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Dardjowidjojo (2005) mengilustrasikannya sebagai berikut: bunyi /b/ pada kata /buka/ dan /bisa/ tidak persis sama dalam pengucapannya, kedua bunyi ini tetap saja dibuat dengan titik dan cara artikulasi yang sama. Seorang penutur akan menganggap kedua bunyi ini sebagai dua alofon dari satu fonem yang sama Jadi meskipun kedua bunyi ini secara fonetik berbeda, akan dipersepsi sebagai bunyi yang sama.

B.     Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis)
Dardjowidjojo (2005: 53) menyebutnya dengan Model Analisis dengan Sintesis. Model ini menyatakan bahwa pendengar mempunyai sistem produksi yang dapat mensintesiskan bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya (Stevens 1960, dan Stevens dan Halle 1967, dalam Gleason dan Ratner 1998). Sebagai contoh bila penutur bahasa Indonesia mendengar deretan bunyi /pola/ maka mula-mula dianalisislah ujaran itu dari segi fitur distingtifnya, kemudian disintesiskanlah ujaran itu untuk memunculkan bentuk-bentuk yang mirip dengan bentuk itu (/mula/, /pula/, /kola/, /pola/) sampai akhirnya ditemukan deretan yang persis sama, yakni /pola/. Baru pada saat inilah deretan tadi dipersepsikan dengan benar.

C.    Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP)
Massaro (1987) dan Werker (1991) menyatakan bahwa Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP) adalah sebuah temuan baru karena Model Teori Motor dinilai lemah. Menurut Massaro persepsi kategoris (categorical perception) bukanlah suatu tanda bahwa kita memiliki modus khusus dalam otak kita berkaitan dengan mengelompokkan fonem. Hal ini dikarenakan persepsi ujaran sebenarnya terbentuk melalui dari tiga proses: evaluasi fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan (Djarjowidjojo, 2005).





DIAGRAM 1
FUZZY LOGIC MODEL OF PERCEPTION (FLMP)
DARI MASSARO
AUDITORY INPUT
VISUAL INPUT






EVALUATION
INTEGRATION
DECISION
RESPONSE
AUDITORY FEATURES
VISUAL FEATURES
EVIDENCE
 












Dalam model ini dikenal adanya bentuk prototipe tentang semua nilai ideal yang ada pada suatu kata, termasuk fitur-fitur distingtifnya (pembedanya). Informasi dari semua fitur yang masuk dievaluasi, diintegrasi dan kemudian dicocokkan dengan deskripsi dari prototipe yang ada pada memori kita. Setelah dicocokkan lalu diambil kesimpulan apakah masukan tadi cocok dengan yang terdapat pada prototipe.
Jika kita mendengar bunyi /ba/ maka kita mengkaitkannya denngan suku kata ideal untuk suku ini, yakni semua fitur yang ada pada konsonan /b/ maupun pada vokal /a/. Evaluasi ini lalu diintegrasikan dan kemudian diambil kesimpulan bahwa suku kata /ba/ yang kita dengar sama (atau tidak sama) dengan suku kata dari prototipe kita.
Model ini dinamakan fuzzy (kabur) karena bunyi suku kata atau kata yang kita dengar tidak mungkin persis 100 persen sama dengan prototipe kita. Orang yang sedang mengunyah sesuatu sambil mengatakan /baraɳ/ pasti tidak persis sama dengan yang diucapkan oleh orang yang tidak sedang mengunyah apa-apa.

D.    Cohort Model
Diusulkan pada tahun 1980-an oleh Marslen-Wilson, Model Cohort adalah representasi untuk pengambilan leksikal. Aitchison (1987) menyatakan bahwa leksikon individu adalah kamus mental seseorang. Menurut sebuah studi, rata-rata individu memiliki leksikon sekitar 45.000 sampai 60.000 kata Premis dari Model Cohort adalah bahwa pendengar memetakan kata-kata baru dengan kosakata yang sudah ada dalam kamus mentalnya. Setiap bagian dari tuturan dapat dipecah menjadi beberapa segmen. Semakin banyak segmen yang didengar, ia bisa menghilangkan kata-kata dari kamus mereka yang tidak berpola sama.
Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Gleason dan Ratner  (1998) secara umum menjelaskan Model Cohort dalam sebuah tahap dimana informasi mengenai fonetik dan akustik bunyi-bunyi pada kata yang kita dengar memicu ingatan kita untuk memunculkan kata-kata lain yang mirip dengan kata tadi.
Bila kita mendengar kata /prihatin/ maka semua kata yang mulai dengan /p/ akan teraktifkan: pahala, pujaan, priyayi,prakata,dsb. Kata-kata yang termunculkan itulah yang disebut cohort. Kemudian kata-kata yang tidak mirip dengan target (pahala,pujaan) akan tersingkirkan. Lalu kata /priyayi/ dan /prakata/ akan ikut disingkirkan aren fonem selanjutnya adalah /h/ dan persis cocok dengan yang diterima. Secara diagramatik model untuk mempersepsi kata prihatin adalah sebagai berikut (Dardjowidjojo, 2005) :

DIAGRAM 2
MODEL PERSEPSI COHORT UNTUK KATA ‘PRIHATIN’
                                pahala
                                pujaan
                                piranti
prihatin                priyayi                   priyayi                   priyayi
                                prakata                 prakata
                                prihatin                                prihatin                                prihatin                                prihatin
                                dst.
 











E.       TRACE Model
Model ini ditemukan oleh James McCleland & Jeffrey Elman (McClelland dan Elman, 1986). Teori ini menyatakan bahwa ada beberapa masalah yang dialami pendengar ketika mendengar suatu bunyi, (Su’udi, 2011: 24): 1) bunyi yang didengar tidak benar-benar terpisah, tetapi agak tumpang tindih, 2) pelafalan bunyi dipengaruhi oleh lingkungannya yaitu bunyi sebelum atau sesudah bunyi tersebut, 3) beragamnya pelafalan suatu bunyi yang disebabkan aksen individual, kedaerahan, atau kebisingan lingkungan tempat ujaran didengar. Salah satu atau beberapa hal tersebut membuat awal bunyi sebuah kata didengar semua kata yang berinisial sama dengan kata tersebut akan teraktifan dalam ingatan, kata tersebut kemudian bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul, akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, atinya persaingan selesai.
Persepsi bunyi atau urutan bunyi menurut teori ini mengalami proses sebagai berikut: 1) ketika awal bunyi, misalnya sebuah kata, didengar, semua kata yang berinisial sama dengan kata tersebut akan teraktifkan dalam ingatan, 2) kata tersebut bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul, 3) akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, artinya persaingan selesai. Model TRACE menurut http://en.wikiversity.org, secara umum dijelaskan sebagai berikut:

The TRACE model works in two directions. TRACE allows for either words or phonemes to be derived from a spoken message. By segmenting the individual sounds, phonemes can be determined from spoken words. By combining the phonemes, words can be created and perceived by the listener.

Model TRACE bekerja dalam dua arah. Dalam TRACE, baik kata-kata atau fonem dapat ditangkap dari pesan lisan (tuturan). Dengan segmentasi suara individu, fonem dapat ditentukan dari kata yang diucapkan. Kemudian dengan menggabungkan fonem, kata-kata dapat dibuat dan dirasakan oleh pendengar.

DIAGRAM 3
MODEL TRACE
DALAM PERSEPSI UJARAN MANUSIA

F.     Exemplar Theory
Menurut Goldinger (1996), premis utama Examplar Theory (Teori Contoh-Contoh Leksikon) sangat mirip dengan Model Cohort. Examplar Theory didasarkan pada hubungan antara memori dan pengalaman sebelumnya dengan kata-kata. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan cara pada saat pendengar bisa mengingat episode akustik. Sebuah episode akustik adalah sebuah pengalaman terhadap kata-kata yang diucapkan. Rincian kata didengar dan diingat secara spesifik oleh pendengar. Jika kata tersebut akrab bagi pendengar. Pendengar mungkin dapat mengenali kata-kata dengan lebih baik, jika sebelumnya ia mendengar kata tersebut secara berulang-ulang dari pembicara yang sama dan dengan kecepatan bicara yang sama
Teori ini meyakini bahwa setiap kata meninggalkan jejak yang unik pada memori pendengar dan jejak ini membantu pendengar dalam mengingat kata-kata . Ketika kata-kata baru masuk memori, jejak dari kata-kata baru dicocokkan kemudian dicari ada tidaknya kesamaan (Goldinger, 1998). Semakin banyak pengalaman perbaikan leksikal yang diperoleh serta kata-kata baru yang dipelajari atau didengar, maka stabilitas memori seseorang akan semakin meningkat. Goldinger (1998) menjelaskan plastisitas leksikal dalam The Ganong Effect yaitu bahwa jejak memori dunia nyata jauh lebih mudah dilihat daripada memori kata omong kosong. Kata (dalam Bahasa Inggris) Soot, Boot, Root akan lebih mudah untuk diingat karena kesamaan dalam memori pendengar daripada kata Snoyb, Bnoyb, dan Rnoyb karena kata-kata tersebut tidak serupa dalam memori pendengar, sehingga akan sulit untuk diingat. Berikut ini adalah ilustrasi yang menjelaskan Exemplar Model (XMOD);

DIAGRAM 4
ILUSTRASI EXAMPLAR THEORY
(MODEL JOHSON, 2004)













Dalam gambar ini, input ujaran adalah kata ' sosa '.  Eksemplar dalam  leksikon mental diaktifkan menurut kesamaan fonetik dari kata tersebut.  Kemudian eksemplar tersebut mengaktifkan kategori ‘pembicara’ ( dalam hal ini contoh; Maria vs Jose ) dan kategori leksikal yang diucapkan oleh ‘talker’.  Panah  tebal menandakan tingginya aktivasi eksemplar. Pembicara dengan tingkat aktivasi tertinggi adalah Jose, kemudian , kategori yang memiliki tingkat aktivasi tertinggi adalah kata ' sosa . ' Ini adalah simulasi kasar cara kerja XMOD.



G.    Neurocomputational Model
Model ini diusulkan oleh Kroger dkk (2009). Mereka berpendapat bahwa model persepsi ujaran didasarkan pada fakta-fakta neurofisiologis dan neuropsikologi. Mereka mensimulasikan jalur saraf mana saja di berbagai wilayah otak yang terlibat dalam proses pengujaran terutama ketika ujaran tersebut diproduksi dan dirasakan. Dengan menggunakan model ini, area otak dalam pengetahuan ujaran diperoleh dengan cara melatih jaringan saraf untuk mendeteksi suara di daerah kortikal dan sub-kortikal otak. Melalui penelitian mereka, Kroger dan rekan menentukan bahwa model neurocomputational memiliki kemampuan embedding di daerah-daerah otak fitur penting dalam proses produksi ujaran dan persepsi untuk mencapai pemahaman ujaran.
Model ini berbeda dengan model yang dibahas sebelumnya dalam kaitannya dengan persepsi ujaran. Hickok & Poeppel (2000) mengembangkan model ini untuk menunjukkan bahwa persepsi ujaran tidak hanya melibatkan persepsi bahasa lisan, akan tetapi juga sangat bergantung pada produksi bahasa juga. Model ini sangat mencerminkan temuan Liberman dan rekan dalam pekerjaan mereka pada Teori Motor. Kedua model ini menunjukkan bahwa persepsi ujaran adalah produk dari kedua produksi ujaran dan bagaimana ujaran diterima. Huang, dkk (2001) menunjukkan bahwa ada beberapa daerah mirip dalam otak yang diaktifkan untuk memproduksi dan mempersepsi bahasa sekaligus. Model neurocomputational adalah salah satu dari beberapa model yang memetakan jalur kerja di otak dalam memproduksi ujaran. Neurocomputational merupakan model pengolahan ujaran yang kompleks yang terdiri dari  bagian kognitif, motorik dan sensoris.
Bagian kognitif atau linguistik terdiri dari aktivasi saraf atau generasi representasi fonemik pada sisi produksi ujaran serta aktivasi saraf di sisi persepsi ujaran. Bagian motorik dimulai dengan representasi fonem  ujaran , mengaktifkan rencana motorik dan berakhir dengan artikulasi komponen ujaran tertentu. Bagian sensoris dimulai dengan sinyal akustik ujaran  (sinyal suara akustik), menghasilkan representasi pendengaran untuk sinyal itu dan mengaktifkan representasi fonemik untuk komponen ujaran.
Pendekatan terkemuka dalam neurocomputational adalah model DIVA dikembangkan oleh Frank H. Guenther dan kelompoknya di Universitas Boston (en.wikipedia.org).  Model tersebut memperhitungkan berbagai macam data fonetis dan gambaran sistem saraf tapi bersifat spekulatif.






GAMBAR 3
ILUSTRASI PROSES
 MODEL NEUROCOMPUTATIONAL
Gambar. 3B:  Peta saraf dengan pola aktivasi terdistribusi.
Pemetaan saraf antara peta fonetik (pola aktivasi lokal untuk keadaan fonetik tertentu), rencana peta keadaan bermotor (pola aktivasi didistribusikan) dan peta pendengaran negara (pola aktivasi didistribusikan). Hanya hubungan saraf dengan neuron pemenang dalam peta fonetik ditampilkan
Gambar. 3A:  peta saraf dengan pola aktivasi lokal. Warna magenta: neuron dengan tingkat aktivasi tertinggi, biru: neuron yang tidak teraktivasi












Peta bunyi ujaran - diasumsikan terletak di bagian inferior dan posterior daerah Broca (kiri frontal operkulum) - mewakili sistem fonologi bahasa tertentu unit ujaran (suara, suku kata, kata, frase pendek). Setiap unit ujaran (terutama suku  kata, misalnya suku kata dan kata "palm" /pam/, suku kata /pa /, / ta /, / ka /, ...) diwakili oleh sel model spesifik dalam peta bunyi ujaran. Setiap model sel  sesuai dengan populasi kecil neuron yang terletak dalam jarak dekat dan yang terhubungkan secara bersama-sama.

H.    Dual Stream Model
Dual Stream Model, diusulkan oleh Hickok dan Poeppel ( 2007). Model ini dinamakan dual stream karena dinyatakan bahwa terdapat dua jaringan saraf fungsional berbeda dalam proses ujaran dan informasi bahasa. Salah satu jaringan saraf terutama berkaitan dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan konseptual dan semantik. Jaringan lainnya beroperasi dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan motorik dan sistem artikulasi . Dalam Dual Stream Model ada beberapa aspek yang diperhatikan yaitu; kunci dari ujaran, produksi dan persepsi. Belahan kiri otak manusia berurusan dengan informasi, tetapi sebagai Hickok & Poeppel (2007) menemukan bahwa belahan otak kiri ini juga mampu mewakili informasi akustik sama mudahnya seperti belahan kanan. Dengan demikian teori Dual Stream Model dikatakan unik dan masuk akal sebagai model untuk persepsi ujaran.
Dual stream model harus diasumsikan dengan benar, yaitu bahwa kita menerima 1) representasi sensorik /fonologis baik dengan sistem konseptual maupun sistem motorik, dan 2) bahwa sistem konseptual dan sistem motor-ujaran bukanlah  hal yang sama, maka berarti harus ada dua aliran pengolahan . Pengolahan pertama menuju ke sistem konseptual, yang lain mengarah ke sistem motorik.
                                                                 GAMBAR 4                                   
ILUSTRASI DUAL STREAM MODEL
Via higher order mental networks







Combinatorial network
(left domain)
Spectrotemporal analysis
Phonogical network
Lexical interface
Weak-left-hemiphere bias
Ventral stream
Sensory motor interface
Articulatory network
(left domain)

Dorsal stream
Input from other sensory modalities
Conceptual network
 















IV.        Simpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan diatas adalah:
A.    Fonotaktik  (pengaturan urutan bunyi) dan  tilas neurofisiologis (jejak atau tilas di otak terhadap bunyi tertentu) merupakan dua faktor penting yang menentukan kualitas persepsi ujaran.(Su’udi, 2011:20). 
B.     Beberapa model persepsi ujaran disarikan dari berbagai sumber adalah
1.      TRACE Model (McClelland dan Elman, 1986)
2.      Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor) dalam enwikiversity.org, Goldstone (1994), Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Dardjowidjojo (2005).
3.      Cohort Model dalam (Aitchison (1987) Marslen-Wilson dan Welsh 1978 dalam Gleason dan Ratner, 1998 Dardjowidjojo, 2005.
4.      Exemplar Theory oleh Goldinger (1996), Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP) oleh Massaro (1987) dan Werker (1991)  dan (Djarjowidjojo, 2005).
5.      Neurocomputational Model oleh Kroger dkk (2009 Hickok & Poeppel (2000), Huang, dkk (2001).
6.      Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis) oleh Dardjowidjojo (2005: 53), (Stevens 1960, dan Stevens dan Halle 1967, dalam Gleason dan Ratner 1998).
7.      Dual Stream Model oleh Hickok dan Poeppel ( 2007).

Daftar Pustaka

Aitchison, J. 1987. Words in the Mind. Oxford: Basil Blackwell (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

DIVA model: a model of speech production, focussing on feedback control processes, developed by Frank H. Guenther and his group at Boston University, MA, USA. The term "DIVA" refers to "Directions Into Velocities of Articulators" (en.wikipedia.org diunduh pada tanggal 7 Oktober 2013)

Field, John. 2003. Psycholinguistics. USA: Routledge.

Gleason, Jean. Berko dan Nan Bernstein Rartner, eds. 1998. Edisi Kedua. Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace College Publishers.      

Goldstone, L. (1994). Influences of categorization on perceptual discrimination. Journal of Experimental Psychology 123 178–200 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Goldinger, S. (1996). Words and Voices: Episodic Traces in Spoken Word Identification and Recognition Memory. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition 22(5) 1166-1183 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Goldinger, S. (1998). Echo of Echoes? An Episodic Theory of Lexical Access. Psychological review 105(2) 251-279 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Hickok & Poeppel (2000). Towards a Functional Neuroanatomy of Speech Perception. Trends in Cognitive Science 4 131–138 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Hickok, G. & Poeppel, D. (2007).The Cortical Organization of Speech Processing. Nature Reviews Neuroscience 8(5) 393-402 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)


http://en.wikipedia.org/wiki/Neurocomputational_speech_processing#cite_note-5

Huang et al (2001). Comparing Cortical Activations for Silent and Overt Speech using Event-Related fMRI. Human Brain Mapping 15 39–53 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

Johnson, Keith. (1997). The auditory/perceptual basis for speech segmentation. Ohio State University Working Papers in Linguistics 50: 101-113. (http://web.uvic.ca/~tyoon/research/ExemplarModel.html diunduh pada tanggal 8 Oktober 2013)

KridaLaksana, Hari Murti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Kroger et al. (2009) Towards a neurocomputational model of pseech production and perception. Speech Communication 15. 793-809 (en.wikiversity.org diunduh pada tanggal 4 Oktober 2013)

McClelland J., & Elman J. (1986). The TRACE Model of Speech Perception. Cognitive Psychology, 18, 1-86

Su’udi, Astini.2011. Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis. Semarang: Widya Karya.

1 komentar:

  1. It a good paper but I'm sorry, I could not see the figures. thanks

    BalasHapus