Rabu, 23 Oktober 2013

Novel Theseus


Rounded Rectangle: Nama  :  Dia n  Karina  r
Kelas  :  pc’08
Nim  :  082074255
 


Perwatakan Tokoh Utama pada Novel Theseus
Ditinjau dari Kajian Psikososial
           
I.                   Perkembangan Psikologis Tokoh Utama
Dalam novel ini yaitu Theseus ketika masa kanak-kanaknya memang sudah menginginkan kebebasan penuh tanpa adanya larangan atau rintangan dari pihak manapun yang bisa menghalangi kehendaknya. Ingin mencari kelembutan, belaian sang ibu yang selama ini dicurahkan kepada alam yaitu dengan cara mengelus-elus buah-buahan, dan kulit kayu yang lunak, batu licin di tepi laut, bulu anjing dan kuda. Namun hal itu tidak bertahan lama karena mendapat larangan dari ayahnya. Inilah kali pertama Theseus merasa cemburu kepada ayahnya sendiri yang dianggapnya menjadi penghalang luapan cinta kasihnya kepada belaian sang ibu yang dicurahkan kepada buah-buahan , goyangan rumput, batu licin di tepi laut, kulit kayu yang lunak, bulu anjing dan kuda yang melambangkan kelembutan seorang wanita. Wanita merupakan sumber kekuatan sekaligus keemahan Theseus. Setiap Theseus berjuang agar terbebas dari seorang wanita, Theseus akan terbelenggu dalam ikatan wanita lain. Theseus hanya ingin bersenang-senang dengan wanita yang ia kehendaki tanpa ada ikatan apa-apa yang bisa merenggut kebebasannya.
Dalam perjalanannya ke Atena, Theseus bertemu dengan salah seorang wanita dan kemudian jatuh cinta, Pyregone namanya. Pyregone adalah sosok wanita yang tinggi dan lemah gemulai. Namun ayah pyregone sudah dibunuh olehnya. Sebagai tebusannya, Theseus memberikan seorang anak kepada Pyregone yang bernama Menalip. Seiring berjalannya waktu, Menalip dan Pyregone pun ditinggalkannya untuk meneruskan perjalanannya agar tidak terlambat. Karena Theseus adalah seorang yang merasa tak peduli lagi dan tak punya hubungan apa-apa dengan yang sudah dikerjakan. Dia menganggap bahwa yang paling bahaya adalah apa yang sedang kutunggu, bukan apa yang sudah kuselesaikan (halaman 12). Ketika Theseus pergi ke pulau Kreta untuk membunuh Minotaur (anak dari permaisuri pulau kreta dengan sapi yang menjelma Zeus) yang tak karuan wujudnya karena perpaduan antara binatang dan manusia. Di pulau itu, Theseus mengalami banyak kejadian diantaranya yaitu ketertarikannya dengan Phaedra (bungsu raja dan permaisuri pulau itu), permasalahannya dengan Ariadne (kakak Phaedra) yang mau berusaha menghalangi kebebasan Theseus, memasuki labyrinth (tempat tinggal Minotaure), dan sebagainya. Tetapi dengan segala upayanya, dia berusaha mengatasi masalahnya termasuk mempertahankan kebebasannya dari segala hal yang merintang meskipun cara yang dilakukan harus mengkhianati Ariadne, lebih-lebih raja Minos (ayah Ariadne) yang selama ini telah berbaik hati kepada Theseus.
Dari dalam Labyrinth, dia berhasil keluar dan berhasil membawa teman-temannya yang sudah terperangkap disana termasuk Pirithous. Kepada Pirithous lah dia menceritakan segala permasalahannya yang diantaranya yaitu cinta dan dendamnya kepada Ariadne, ketergila-gilanya kepada Phaedra meskipun dia belum mencapai usia remaja.
Suatu ketika Pirithous membuat suatu tipu daya untuk mencapai apa yang diinginkan Theseus sebenarnya yaitu memiliki Phaedra tanpa adanya rintang sang kakak, Ariadne. Rencana itu pun dijalankan dan berhasil. Theseus berhasil mendarat di Attika dan membawa Phaedra pulang setelah menurunkan kakaknya di pulau Naxos.
Ketika mendarat di Attika, dan ayah Theseus, Aegeus, tahu bahwa bendera layarnya berwarna hitam, Aegeus langsung menjatuhkan dirinya ke laut dan meninggal. Secara sengaja oleh alam tak sadarnya, Theseus tidak ingin mengganti bendera layar itu menjadi putih bila menang dan hitam bila kalah sesuai dengan perjanjian dengan sang ayah.
Secara tak langsung, hal itulah yang memang diinginkan oleh Theseus karena kecemburuannya terhadap sang ayah yang selama ini menjadi perintangnya dalam merasakan jamahan sang ibu yang diwujudkannya dengan alam sebagai penyalur hasrat libidonya. Salain hal itu, selama malam terakhir dalam perjalananya mendarat di Attika, Theseus bermimpi menjadi raja Attika. Hari itu adalah merupakan hari besar bagi bagi rakyat dan Theseus karena mereka kembali dengan selamat dan naik tahta dan hari berkabung karena kematian sang ayah, Aegeus.  Setelah itu, Theseus mengawini Phaedra dan Attika sekaligus. Namun, setelah mempunyai anak yang bernama Hippolitus, kegelisahan dan narsismenya kambali lagi. Sosok sang ayah yang selama ini menjadi penghalang akan kebebasannya kini dilihatnya pada anaknya. Yang membuat kecemburuan Theseus kepada anaknya sendiri yaitu Hippolitus akan merebut sang ibu yang diwujudkan dalam sosok Phaedra. Oleh karena itu Theseus membiarkan anaknya disusui oleh Antiope, ratu Amazone, perempuan yang bersusu satu itu. Hal lain yang memicu kecemburuannya yaitu Hippolitus berbudi luhur, mulia dan menjauhi kehidupan duniawi, lain sekali dengan Theseus. Hal itu membuatnya melihat sosok ayahnya kembali dan menjelma menjadi Hippolitus. Selain itu, Thesesus secara tak sadar mungkir dari kenyataan bahwa dirinya sudah tua dan sekaligus menyadari bahwa dirinya tidak akan menang merebut hati sang ibu. Karena hal-hal tersebutlah akhirnya Theseus membunuh anaknya sendiri. Setelah mengetahui semuanya, istrinya pun ikut bunuh diri.
Setelah ayah dan anaknya dibunuhnya, kemudian disusul bunuh diri sang istri, perasaan gelisah, takut tersaingi pun tak kunjung hilang. Theseus sengaja membandingkan dirinya dengan riwayat Oedipus. Kekhawatiran-kekhawatiran itu ialah , ia cemburu kan Oedipus yang seorang raja Thebes juga memiliki Attika yang dimilikinya. Selain itu, ia juga merasa cemburu kepada sang ayah secara tidak langsung menunjuk Oedipus yang telah merebut Attika (yang dianggapnya sang ibu) karena jasadnya dikuburkan di Attika, bukan di Thebes. Theseus tidak mau orang lain juga memiliki apa yang telah dimilikinya. Ia ingin diakui sebagai seseorang yang paling hebat dan dipuji sepenuhnya tanpa disbanding-bandingkan denga orang lain. Oleh karena itu Theseus tidak segan-segan menyingkirkan bahkan membunuh orang-orang yang dianggapnya merebut apa yang dimilikinya sekalipun orang itu adalah orang-orang yang sangat dicintainya.

II.                Kajian Psikososial
Berawal dari sebuah kajian psikososial sendiri yaitu pada hakikatnya manusia mengalami perubahan-perubahan yang dramatis,baik dalam fisik maupun kognitif. Perubahan-perubahan fisik dan kognitif mereka ternyata berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial mereka. Dalam Psikologi,menurut Erikson (dalam Cremers,1989) “ seseorang berawal dari pencarian identitas sehingga mereka berusaha “menjadi seseorang”,yang berarti berusaha mengalami diri sendiri ”AKU” yang bersifat sentral,mandiri,unik,yang memunyai suatu kesadaran akan kesatuan bainnya, sekaligus juga berarti menjadi “seseorang”yang diterima dan diakui oleh banyak orang.” Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa orang yang sedang mencari identitas adalah orang yang ingin menentukan “siapakah” atau “apakah”yang diinginkannya pada masa mendatang. Bila mereka memperoleh identitas,maka ia akan menyadari cirri-ciri khas kepribadiannya, seperti kesukaan atau ketidaksukaannya,aspirasi,tujuan masa depan yang diantisipasi,perasaan bahwa ia dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya. Teori psikososial oleh Erikson, ia membagi perkembangan manusia berdasarkan kualitas ego dalam delapan tahap perkembangan. Berikut ini adalah tahap perkembangan psikososial Erikson




Tabel
Tahap-tahap Perkembangan Psikososial Erikson
Tahap Psikososial
Usia kira-kira
Kepercayaan vs ketidakpercayaan
Otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu
Inisiatif vs rasa bersalah
Ketekunan vs rasa rendah diri
Identitas dan kebingungan peran
Keintiman vs isolasi
Generativitas vs stagnasi
Integritas ego vs keputusan
Lahir – 1 tahun
1-3 tahun
4-5 tahun
6-11 tahun
12-20 tahun
20-24 tahun
26-25 tahun
65 tahun- mati

Masing-masing tahap terdiri atas tugas perkembangan yang khas, mengharuskan individu menghadapi suatu krisis. Krisis ini bagi Erikson bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi yang memunyai kutup positif dan negative. Semakin berhasil individu mengatasi krisis,akan semakin sehat perkembangannya (Santrock,1995). Disamping itu, Erikson juga menyebutkan bahwa selama masa-masa sulit yang dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan (komitmen),yaitu kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang diikrarkan dengan bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tak terelakkan diantara system-sistem nilai.
III.             Perwatakan Tokoh Utama (Theseus) dalam Kajian Psikososial
Berdasarkan perkembangan analisis psikologi Theseus pada subbab pertama,telah dijelaskan bahwa Theseus adalah seorang tokoh yang sangat menginginkan kebebasan dalam bertingkah laku,karena bila melihat latar belakang lahirnya Theseus ini juga berawal dari keluarga kerajaan Athena, Theseus adalah sepupu dari Hercules. Ia anak dari raja Athena. Sebelum raja Athena pulang ke Athena, ia meletakkan pedang dan sandalnya di bawah batu karang besar, jika theseus sudah cukup kuat, ia harus mengangkat batu itu serta membawa pedang dan sandal kepada rajanya di Athena. Ketika Theseus berusia 16 tahun, ia dgn mudah mengangkat batu itu dan mengambil barang-barang milik ayahnya. Tidak lama kemudian Theseus memulai perjalanannya ke Athena untuk menghadap ayahnya, Raja Aegeus. Ini adalah sedikit riwayat kelahiran tokoh utama. Hal inilah yang dapat menghubungkan keadaan psikologi Theseus dengan perkembangan watak Theseus bila dipandang dari segi psikososialnya. Seperti yang telah dipaparkan pada halaman pertama novel Theseus tersebut, ia berkata kepada anaknya yang bernama Hippolytus bahwa “Memang pertama kali manusia harus mengenal siapa dia. Sesudah itu baik juga kita hayati dan kita ambil dengan tangan apa yang telah ditinggalkan sebagai warisan buat kita. Sama saja engkau menyukainya atau tidak,engkau sekarang, seperti aku sebelummu, adalah anak raja. Tak ada jalan akan dapat mengelak dari itu. Itu kenyataan. Itu suatu kemestian.”  Dari perkataannya menandakan bahwa ia telah berhasil membuka identitas dirinya bahwa ia adalah seorang putra raja Athena, dan ia tidak punya pilihan lain untuk tidak menjadi raja kelak masa depannya. Krisis yang dialami Theseus ini sudah ada sejak ia lahir, keberadaanya tidaklah jelas karena factor keadaan saat itu penuh dengan peperangan. Sehingga ia disangka bukanlah anak dari Aegeus,melainkan anak dewa Poseidon. Sampai ia beranjak usia berusia 16 tahun, ia dgn mudah mengangkat batu itu dan mengambil barang-barang milik ayahnya. Di pinggiran kota Athena terdapat sejumlah rumah kecil yang didiami orang-orang Phitalid, kaum pekerja keras yang hidup sederhana. Mereka adalah keturunan Phitalus yang konon pernah menjamu Demeter di rumahnya saat dewi itu berkelana mencari putrinya Persephone yang diculik Hades. Kehangatan dan keramahan Phitalus saat menjamu tamu-tamunya masih mengalir dalam darah keturunannya. Mereka tidak akan membiarkan para pengelana lewat tanpa mengundangnya untuk berisitirahat dan menjamu mereka. (Dalam adat istiadat Yunani Kuno ada aturan keramah tamahan bagi setiap orang untuk menjamu setiap pelancong yang lewat). Demikian juga Theseus yang melintasi tempat tersebut, ia disediakan tempat untuk beristirahat dan diberi jamuan makan. Theseus kemudian menceritakan darimana asalnya dan bagaimana ia sampai di Athena setelah melewati jalan yang dulunya penuh dengan perampok, tetapi kini telah ia amankan.  Orang-orang Phitalid kagum mendengarnya dan menawarkan untuk menyucikan kembali Theseus dari dosa pembunuhan berdarah. Setelah Theseus dimandikan di sungai Kephisos dan diberi baju bersih, ia meninggalkan kediaman orang-orang Phitalid dan berjalan masuk ke dalam kota Athena. Sementara, kabar ada anak muda yang telah menumpas habis para bandit dengan cepat menyebar ke seluruh kota dan sampai ke telinga Aegeus, sang raja Athena. Saat Theseus sampai di istananya, ia telah bersiap menyambut kedatangan pemuda yang ia tidak tahu adalah putranya sendiri. Lagipula, Aegeus tidak pernah mendengar kabar Aithra benar-benar melahirkan anaknya atau tidak. Tetapi Medea yang kini sudah menjadi ratu Athena dan istri Aegeus, mengetahui siapa Theseus sebenarnya. Dan kalau sampai Theseus diangkat menjadi raja Athena, Medea tidak akan bisa memerintah Athena yang ia sudah idam-idamkan sebelumnya. Dengan licik, Medea membohongi Aegeus dengan mengatakan Theseus adalah mata-mata yang dikirimkan oleh keluarga Pallas, saudara Aegeus yang juga mengincar takhta Athena, untuk membunuhnya. AgarAegeus selamat dari pembunuhan, Medea akan menaruh beberapa tetes racun serigala, racun yang paling mematikan, di cawan tempat minum Theseus. Aegeus menyetujui rencana Medea, tetapi entah kenapa hatinya merasa tidak tenang sehingga ia tidak berani memandang Theseus secara langsung walaupun pemuda itu duduk tepat di sampingnya. Saatnya tiba untuk minum bersama dan adat pada zaman itu mengharuskan semua orang untuk mengangkat cawannya sebelum minum, termasuk Theseus. Setelah bersulang, Theseus kemudian menurunkan cawannya dan mendekatkannya ke bibirnya. Aegeus semakin merasa tidak nyaman dan Medea melirik Theseus dengan senyum kemenangan. Tetapi Aegeus yang salah tingkah menghentikan cawan Theseus tepat sebelum ia meneguknya. Pemuda itu tak habis pikir kenapa raja Athena itu tampak begitu gelisah. Ia memutuskan untuk menaruh cawan yang belum sempat diteguknya dan mengeluarkan pedang yang ia bawa sebagai bukti ia adalah putra Aegeus… Aegeus melihat pedang itu dan tercengang kaget. Pedang itu adalah pedang yang telah disembunyikannya bertahun-tahun lampau di bawah sebongkah batu besar di Troizenos setelah ia melewatkan malam bersama Aithra. Ia melirik sandal yang dipakai Theseus dan ia mengenali sandal yang dipakai pemuda itu. Aegeus segera menepis cawan Theseus hingga jatuh ke lantai dan memeluk pemuda itu erat-erat. Kali ini ia tidak ragu lagi bahwa Theseus benar-benar putranya. Sementara itu Medea menjerit dan langsung berlari ke luar istana, menghilang dari pandangan.  Sejak saat itu kabar mengenai dirinya tidak pernah terdengar lagi di Athena. Semua telah berakhir untuknya dan semua orang tidak mempedulikannya karena tidak ada yang menyukai penyihir itu. Kemudian, di hadapan seluruh rakyatnya, Aegeus mengumumkan bahwa Theseus adalah putranya yang akan mewarisi takhta Athena. Dan pesta besar selama berhari-hari diselenggarakan di Athena untuk merayakan kedatangan pahlawan perkasa dan calon raja Athena ini. Jelas bahwa Theseus mengalami masa krisis semenjak ia masih kecil hingga dewasa.
Pada tahap perkembangan psikososial Theseus yaitu pada saat kepercayaan vs ketidakpercayaan terjadi saat ia meragukan ia berasal dari seorang ibu siapa, ia beranggapan bahwa ia adalah anak dewa yaitu Poseidon. Namun hal itu dibuktikan oleh beberapa fakta yang ada pada cerita tersebut bahwa ia adalah benar-benar anak Aegeus. Saat itu Theseus memutuskan untuk menaruh cawan yang belum sempat diteguknya dan mengeluarkan pedang yang ia bawa sebagai bukti ia adalah putra Aegeus… Aegeus melihat pedang itu dan tercengang kaget. Pedang itu adalah pedang yang telah disembunyikannya bertahun-tahun lampau di bawah sebongkah batu besar di Troizenos setelah ia melewatkan malam bersama Aithra. Ia melirik sandal yang dipakai Theseus dan ia mengenali sandal yang dipakai pemuda itu. Sedangkan tahap otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu ini, dialami oleh Theseus pada saat ia harus berhadapan dengan sikap ayahnya yang memaksakan kehendak bahwa ia kelak harus menjadi penerus ayahnya sebagai raja Athena berikutnya. Meskipun ia mengalami rasa ragu yang cukup besar namun ia mampu melewati masa krisis ini dengan membuktikan kepada ayahnya bahwa ia layak menduduki tahta. Usaha pertama sudah ia lakukan yaitu ketika ayahnya menyuruh untuk mengangkat batu-batu besar untuk mencari senjata di bawah tanah yang telah disembunyikan oleh Poseidon. Dan Theseus pun mampu melewatinya dan ia tak menemukan senjata itu. Dan ayahnya pun mengatakan bahwa senjata itu tidaklah lebih penting dari sebuah kekuatan yang ia miliki untuk menghempas rintangan batu-batu besar tersebut. Hal inilah yang membuat sebuah kepercayaan ayahnya kepada Theseus agar ia mampu menjadi raja Athena. Selanjtunya adalah tahap inisiatif vs rasa bersalah, hal ini terjadi saat Theseus memulai perjalanannya ke Athena untuk menghadap ayahnya, Raja Aegus. Pada hari pertama perjalanan ia bertemu Periphetes, orang liar yg galak. Periphetes selalu membawa gada besi yg digunakan untuk membunuh siapa saja yg lewat dihadapannya. Dgn beberapa ayunan pukulan, Theseus mengalahkan orang liar itu dan mengambil gadanya.
Setelah itu Theseus bertemu dgn Sinis, putra Poseidon. makhluk jahat ini punya kebiasaan buruk mengikat para pelancong di puncak pohon pinus. lalu ia akan melengkungkan pohon itu hingga menyentuh tanah. Sinis kemudian melepaskan pohon pinus itu dan pada waktu pohon kembali melayang ke posisi tegak, korbannya akan terlempar ke udara. Namun Theseus ternyata dgn mudah menghajar Sinis. Di lereng Megaris, Theseus bertemi Sciron, manusia jahat yg memaksa pelancong mencuci kakinya, ketika pelancong menunduk Sciron akan langsung menendang mereka melewati tebing masuk ke dalam laut. Namun kali ini justru Theseus lah yg menendang Sciron menghantam batu karang. Salah satu petualangan yg terkenal terjadi ketika Theseus bertemu Procrustes. Procrustes memaksa korbannya berbaring di tempat tidur, jika orang yg tidur tubuhnya terlalu panjang daripada tempat tidurnya, raksasa itu memotong bagian tubuhnya, namun jika tubuh orang yg tidur itu terlalu pendek maka proscrustes akan menariknya supaya panjang. Theseus menangkap Proscrutes dan melakukan hal yang sama sebagai hukuman. Saat tiba di Athena, Theseus bertemu Medea yg merupakan istri baru ayahnya. Medea iri dan berusaha meracuni Theseus, tapi raja menyadari dan mencegah anaknya meminum racun itu. Aegus lalu membuang isterinya dari Athena. Saat ini Athena dalam kesulitan besar, karena dipaksa membayar upeti pada raja minos dari kreta. Bertahun-tahun yg lalu Minos mengalahkan Athena. ia mengancam akan membumi hanguskan kota kecuali tiap tahun 14 anak muda dikirim ke kreta sebagai mangsa Minotaur, monster bertubuh manusia dan berkepala sapi jantan.Theseus pun berjanji akan mengakhiri semua ini. Ketika tiba waktunya mengirim 14 anak muda, Theseus menawarkan diri utk pergi sebagai salah satu korban. Sebelum kapal berangkat menuju kreta dgn layar hitam, Theseus memberi tahu ayahnya jika ia berhasil menumpas minotaur, kapal yg kembali akan memasang layar putih, namun jika ia dikalahkan minotaur, layar hitam akan tetap berkibar. Ketika Theseus tiba di kreta, ia mengaku sebagai anak poseidon kepada Minos, untuk mmbuktikan pengakuan theseus, maka raja minos melempar cincinnya ke laut dan memerintahkan theseus mencarinya. Theseus pun menyelam untuk mencari dan kembali bukan hanya membawa cincin tapi juga mahkota emas milik isteri poseidon, raja Minos pun terkesan. Saat berada di kreta, Ariadne anak perempuan minos jatuh cinta pada theseus dan ariadne pun menolong theseus dalam penyelidikannya membunuh minotaur yg dikurung dalam labirin. Labirin ini sangat berliku-liku dan orang mudah tersesat, tapi ariadne memberi pedang untuk membunuh minotaur serta memberi benang untuk diikat di pintu masuk, sementara ia menyusuri koridor ia menguraikan benang, begitu ia membunuh binatang buas itu, ia dapat menemukan jalan keluar dgn menggunakan benang sebagai petunjuk. Misinya berhasil, Minotaur tewas, Theseus segera mengumpulkan ariadne dan ke 13 pemuda yg pergi bersamanya ke kreta lalu memasang layar ke Athena. Dalam perjalanan pulang ariadne di tinggal di pulau naxos karena dewi minerva memerintahkan Theseus melakukan hal itu.
Karena gembira atas kemenangannya menaklukkan Minotaur, Theseus lupa mengubah layar hitam kapalnya. ketika kapal mendekati pantai Athena, raja Aegus melihatnya dari pantai. Karena layar hitam masih berkibar di tiang, Aegus mengira Minotaur telah melahap anaknya. karena sedih raja Aegus menceburkan dirinya ke dalam laut. Dengan kematian ayahnya, Theseus menjadi raja Athena. ia adalah penguasa yg baik dan adil yg memberlakukan hukum yg bijaksana bagi rakyatnya. Meskipun ia berhasil menjadi raja, seperti apa yang diinginkan ayahnya, namun ia pasti sangat mengalami rasa bersalah yang luar biasa karena dengan keteledoran itu ia secara tidak langsung telah membunuh ayahnya sendiri. Pada tahap perkembangan ketekunan vs rasa rendah diri,
terjadi saat Theseus berada di pulau Kreta, Theseus mengalami banyak kejadian diantaranya yaitu ketertarikannya dengan Phaedra (bungsu raja dan permaisuri pulau itu), permasalahannya dengan Ariadne (kakak Phaedra) yang mau berusaha menghalangi kebebasan Theseus, memasuki labyrinth (tempat tinggel Minotaure), dan sebagainya. Tetapi dengan segala upayanya, dia berusaha mengatasi masalahnya termasuk mempertahankan kebebasannya dari segala hal yang merintang meskipun cara yang dilakukan harus mengkhianati Ariadne, lebih-lebih raja Minos (yah Ariadne) yang selama ini telah berbaik hati kepada Theseus. Hal ini juga ditunjukkan oleh sikap Theseus saat ia telah kembali ke Athena setelah ia belayar ke Naxos untuk menghilangkan rasa cintanya kepada Ariedne dan menaruhnya di pulau itu, dan sejak itu pula ia menjaga kesetiaan kepada Phaedra, perempuan dan negeri ini telah dikawini bersama-sama.Aku seorang suami. Kerajaan pindah ke tanganku melalui waris. Aku berkata pada diriku,zaman petualangan sudah usai. Yang penting sekarang bukan menaklukkan tapi yang penting ialah menguasai.(halaman 52) Begitu ia perjuangkan untuk mendapatkan wanita yang ia cintai, hal ini juga tidak lepas dari salah satu factor kehilangan   identitas seorang ibu bagi dia dan kebingungan mencari peran seorang ibu dalam hidupnya. Tahap keintiman vs isolasi, dan sejak itu pula ia menjaga kesetiaan kepada Phaedra, perempuan dan negeri ini telah dikawini bersama-sama.Aku seorang suami. Kerajaan pindah ke tanganku melalui waris. Aku berkata pada diriku,zaman petualangan sudah usai. Yang penting sekarang bukan menaklukkan tapi yang penting ialah menguasai.(halaman 52). Semenjak itulah seorang Theseus yang selalu bersenang-senang dengan wanita memutuska untuk menetap pada satu hati seorang wanita yang ia cintai.Hal itu juga dikarenakan tahap generativitas vs stagnasi telah timbul padanya seiring bertambahnya usia Theseus untuk memilih menetap di tempat kelahirannya sekaligus menjadi kepala pemerintahan di sana seperti apa yang diinginkan oleh ayahnya dan menetap bersama istri dan anaknya. Terakhir adalah tahap integritas ego vs keputusan, yaitu memasuki usia tua hingga akhir hayatnya. Hal ini adalah masa puncak krisis yang dialami oleh Theseus, ketika itu ia kehilangan rasa kepercayaannya kepada istri dan anak kandungnya sendiri, sehingga rasa ego yang timbul berlebihan pada Theseus, hingga berujung pada kematiannya beserta keluarga lainnya. Hal tersebut dibuktikan pada halaman 59 kecemburuan Theseus kepada anaknya sendiri yaitu Hippolitus akan merebut sang ibu yang diwujudkan dalam sosok Phaedra. Oleh karena itu Theseus membiarkan anaknya disusui oleh Antiope, ratu Amazone, perempuan yang bersusu satu itu. Hal lain yang memicu kecemburuannya yaitu Hippolitus berbudi luhur, mulia dan menjauhi kehidupan duniawi, lain sekali dengan Theseus. Hal itu membuatnya melihat sosok ayahnya kembali dan menjelma menjadi Hippolitus. Selain itu, Thesesus secara tak sadar mungkir dari kenyataan bahwa dirinya sudah tua dan sekaligus menyadari bahwa dirinya tidak akan menang merebut hati sang ibu. Karena hal-hal tersebutlah akhirnya Theseus membunuh anaknya sendiri. Setelah mengetahui semuanya, istrinya pun ikut bunuh diri.
Setelah ayah dan anaknya dibunuhnya, kemudian disusul bunuh diri sang istri, perasaan gelisah, takut tersaingi pun tak kunjung hilang. Theseus sengaja membandingkan dirinya dengan riwayat Oedipus. Kekhawatiran-kekhawatiran itu ialah , ia cemburu kan Oedipus yang seorang raja Thebes juga memiliki Attika yang dimilikinya. Selain itu, ia juga merasa cemburu kepada sang ayah secara tidak langsung menunjuk Oedipus yang telah merebut Attika (yang dianggapnya sang ibu) karena jasadnya dikuburkan di Attika, bukan di Thebes.
Theseus tidak mau orang lain juga memiliki apa yang telah dimilikinya. Ia ingin diakui sebagai seseorang yang paling hebat dan dipuji sepenuhnya tanpa disbanding-bandingkan denga orang lain. Oleh karena itu Theseus tidak segan-segan menyingkirkan bahkan membunuh orang-orang yang dianggapnya merebut apa yang dimilikinya sekalipun orang itu adalah orang-orang yang sangat dicintainya.
Saat itulah puncak krisis yang dialami oleh Theseus. Sehingga dapat ditarik simpulan bahwa keadaan social tokoh utama yaitu Theseus dengan latar belakang kehidupannya tersebut dapat membentuk karakter serta sebuah krisis yang sering muncul terhadap diri Theseus, meskipun ia selalu bisa lepas dari krisis tersebut namun selalu menimbulkan dampak yang negative terhadap kehidupannya maupun kehidupan orang lain. Menurut  kajian Psikososial,disebutkan bahwa hal ini dapat dilawan dengan enam hal positif yaitu mengontrol impuls-impuls agresif,memperoleh dorongan emosional dan social serta menjadi lebih independen,meningkatkan keterampilan-keterampilan social, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar mengekspresikan perasan-perasaa dengan cara-cara yang lebih matang,mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin,memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai,meningkatkan harga diri. Hal ini diharapkan mampu mengatasi beberapa krisis-krisis yang terjadi pada tiap orang menurut kajian psikososial.






Naskah Drama "Ayahku Pulang"


AYAHKU PULANG
Karya Usmar Ismail


DRAMATIC PERSONAE


1. RADEN SALEH                            Ayah.

2. T I N A                                           Ibu / Isteri Raden Saleh.

3. GUNARTO                                                Anak laki-laki tertua Raden Saleh dan Tina.

4. MAIMUN                                       Adik laki-laki Gunarto / anak kedua Raden Saleh dan Tina.

5. MINTARSIH                                 Adik perempuan Gunarto dan Maimun / anak bungsu Raden Saleh dan Tina.



















PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA DENGAN SEBUAH JENDELA AGAK TUA. DIKIRI KANAN RUANGAN TERDAPAT PINTU. DISEBELAH KIRI RUANGAN TERDAPAT SATU SET KURSI DAN MEJA YANG AGAK TUA, DISEBELAH KANAN TERDAPAT SEBUAH MEJA MAKAN KECIL DENGAN EMPAT BUAH KURSINYA, TAMPAK CANGKIR TEH, KUE-KUE DAN PERALATAN LAINNYA DIATAS MEJA. SUARA ADZAN DI LATAR BELAKANG MENUNJUKKAN SAAT BERBUKA PUASA.

SEBELUM LAYAR DIANGKAT SEBAIKNYA TERLEBIH DAHULU SUDAH TERDENGAR SUARA BEDUK BERSAHUT-SAHUTAN DIIRINGI SUARA TAKBIR BEBERAPA KALI SEBAGAI TANDA KALAU ESOK ADALAH HARI RAYA IDUL FITRI. SUARA BEDUG DAN TAKBIR SEBAIKNYA TERUS TERDENGAR DARI MULAI LAYAR DIANGKAT/SANDIWARA DIMULAI SAMPAI AKHIR PERTUNJUKKAN INI. KETIKA SANDIWARA DIMULAI/LAYAR PANGGUNG DIANGKAT, TAMPAK IBU SEDANG DUDUK DIKURSI DEKAT JENDELA. EKSPRESINYA KELIHATAN SEDIH DAN HARU MENDENGAR SUARA BEDUK DAN TAKBIRAN YANG BERSAHUT-SAHUTAN ITU. KEMUDIAN MASUK KEPANGGUNG GUNARTO.

GUNARTO (Memandang Ibu Lalu Bicara Dengan Suara Sesal)
Ibu masih berfikir lagi...

I B U (Bicara Tanpa Melihat Gunarto)
Malam Hari Raya Narto. Dengarlah suara bedug itu bersahut-sahutan.

(Gunarto Lalu Bergerak Mendekati Pintu)

Pada malam hari raya seperti inilah Ayahmu pergi dengan tidak meninggalkan sepatah katapun.

GUNARTO (Agak Kesal)
Ayah......

I B U              
Keesokan harinya Hari Raya, selesai shollat ku ampuni dosanya...

GUNARTO              
Kenapa masih Ibu ingat lagi masa yang lampau itu? Mengingat orang yang sudah tidak ingat lagi kepada kita?

I B U (Memandang Gunarto)
Aku merasa bahwa ia masih ingat kepada kita.

GUNARTO (Bergerak Ke Meja Makan)
Mintarsih kemana, Bu?

I B U              
Mintarsih keluar tadi mengantarkan jahitan, Narto.

GUNARTO (Heran)
Mintarsih masih juga mengambil upah jahitan, Bu? Bukankah seharusnya ia tidak usah lagi membanting tulang sekarang?

I B U              
Biarlah Narto. Karena kalau ia sudah kawin nanti, kepandaiannya itu tidak sia-sia nanti.

GUNARTO (Bergerak Mendekati Ibu,Lalu Bicara Dengan Lembut)
Sebenarnya Ibu mau mengatakan kalau penghasilanku tidak cukup untuk membiayai makan kita sekeluarga kan, Bu? (Diam Sejenak. Pause) Bagaimana dengan lamaran itu, Bu?

I B U              
Mintarsih nampaknya belum mau bersuami, Narto..Tapi dari fihak orang tua anak lelaki itu terus mendesak Ibu saja..

GUNARTO              
Apa salahnya, Bu? Mereka uangnya banyak!

I B U              
Ah... uang, Narto??

GUNARTO (Sadar Karena Tadi Berbicara Salah)
Maaf Bu... bukan maksud aku mau menjual adik sendiri..

(Lalu Bicara Dengan Dirinya Sendiri) 

Ah... aku jadi mata duitan.... yah mungkin karena hidup yang penuh penderitaan ini...

I B U (Menerawang)
Ayahmu seorang hartawan yang mempunyai tanah dan kekayaan yang sangat banyak, mewah diwaktu kami kawin dulu. Tetapi kemudian... seperti pokok yang ditiup angin kencang...buahnya gugur..karena......

(Suasana Sejenak Hening, Penuh Tekanan Bathin, Suara Ibu Lemah Tertekan) 

Uang Narto! Tidak Narto, tidak...aku tidak mau terkena dua kali, aku tidak mau adikmu bersuamikan seorang Hartawan, tidak...cukuplah aku saja sendiri. biarlah ia hidup sederhana Mintarsih mestilah bersuamikan orang yang berbudi tinggi, mesti, mesti...

GUNARTO (Coba Menghibur Ibu)
Tapi kalau bisa kedua-duanya sekaligus,Bu? Ada harta ada budi.

I B U              
Dimanalah dicari,Narto? Adik kau Mintarsih hanyalah seorang gadis biasa. Apalagi sekarang ini keadaan kita susah? Kita tidak punya uang dirumah? Sebentar hari lagi uang simpananku yang terakhirpun akan habis pula.

GUNARTO (Diam Berfikir, Kemudian Kesal)
Semua ini adalah karena ulah Ayah! Hingga Mintarsih harus menderita pula! Sejak kecil Mintarsih sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Tapi kita harus mengatasi kesulitan ini,Bu! Harus! Ini kewajibanku sebagai abangnya, aku harus lebih keras lagi berusaha!

(Hening Sejenak Pause. Lalu Bicara Kepada Dirinya Sendiri)

Kalau saja aku punya uang sejuta saja....

I B U              
Buat perkawinan Mintarsih, lima ratus ribu rupiah saja sudah cukup,Narto.

(Ibu Coba Tersenyum)

Sesudah Mintarsih nanti, datanglah giliranmu Narto...

GUNARTO (Kaget)
Aku kawin,Bu?? Belum bisa aku memikirkan kesenangan untuk diriku sendiri sekarang ini, Bu. Sebelum saudara-saudaraku senang dan Ibu ikut mengecap kebahagiaan atas jerih payahku nanti Bu.

SUARA BEDUG DAN TAKBIR TERDENGAR LEBIH KERAS SEDIKIT.

I B U              
Aku sudah merasa bahagia kalau kau bahagia, Narto. Karena nasibku bersuami tidak baik benar.

(Kembali Fikirannya Menerawang)

Dan kata orang bahagia itu akan turun kepada anaknya.

(Pause Lalu Terdengar Suara Bedug Takbir Lebih Keras Lagi. Ibu Mulai Bicara Lagi)

Malam hari raya sewaktu ia pergi itu, tak tahu aku apa yang mesti aku kerjakan? Tetapi ....

(KEMBALI SEDIH DAN HARU)

GUNARTO (Tampak Kesal Lalu Mengalihkan Pembicaraan)
Maimun lambat benar pulang hari ini, Bu?

I B U              
Barangkali banyak yang harus dikerjakannya? Karena katanya mungkin bulan depan dia naik gaji.

GUNARTO              
Betul bu itu? Maimun memang pintar, otaknya encer. Tapi karena kita tak punya uang kita tak bisa membiayai sekolahnya lebih lanjut lagi. Tapi kalau ia mau bekerja keras, tentu ia akan menjadi orang yang berharga di masyarakat!

I B U (Agak Mengoda)
Narto...siapa gadis yang sering ku lihat bersepeda bersamamu?

GUNARTO (Kaget. Gugup)
Ah...dia itu cuma teman sekerja, Bu.

I B U              
Tapi Ibu rasa pantas sekali dia buat kau, Narto. Meskipun Ibu rasa dia bukanlah orang yang rendah seperti kita derajatnya. Tapi kalau kau suka ....

GUNARTO (Memotong Bicara Ibu)
Ah... buat apa memikirkan kawin sekarang, Bu? Mungkin kalau sepuluh tahun lagi nanti kalau sudah beres.

I B U
Tapi kalau Mintarsih nanti sudah kawin, kau mesti juga Narto? Kau kan lebih tua.

(Diam Sebentar Lalu Terkenang)

Waktu Ayahmu pergi pada malam hari raya itu... ku peluk kalian anak-anakku semuanya.. hilang akalku....

GUNARTO              
Sudahlah Bu. Buat apa mengulang kaji lama?

MASUK  MAIMUN. DIA TAMPAK KELIHATAN SENANG.

MAIMUN (Setelah Meletakkan Tas Kerjanya Lalu Bicara)
Lama menunggu, Bu? Bang?

GUNARTO              
Ah tidak...

I B U              
Agak lambat hari ini, Mun? Dimana kau berbuka puasa tadi?

MAIMUN                 
Kerja lembur, Bu. Tadi aku berbuka puasa bersama teman dikantor. Tapi biarlah, buat perkawinan Mintarsih nanti. Eh, mana dia Bu?

I B U              
Mengantarkan jahitan..

MAIMUN (Menghampiri Gunarto Lalu Duduk Disebelahnya)
Bang, ada kabar aneh, nih! Tadi pagi aku berjumpa dengan seorang tua yang serupa benar dengan Ayah?

GUNARTO (Tampak Tak Terlalu Mendengarkan)
Oh, begitu?


MAIMUN                 
Waktu Pak Tirto berbelanja disentral, tiba-tiba ia berhadapan dengan seorang tua kira-kira berumur enam puluh tahun. Ia kaget juga?! Karena orang tua itu seperti yang pernah dikenalnya? Katanya orang tua itu serupa benar dengan Raden Saleh. Tapi kemudian orang itu menyingkirkan diri lalu menghilang dikerumunan orang banyak!

GUNARTO              
Ah, tidak mungkin dia ada disini....

I B U (Setelah Diam Sebentar)
Aku kira juga dia sudah meninggal dunia atau keluar negeri. Sudah dua puluh tahun semenjak dia pergi pada malam hari raya seperti ini.

MAIMUN                 
Ada orang mengatakan dia ada Singapur, Bu?

I B U              
Tapi itu sudah sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu kata orang dia mempunyai toko yang sangat besar disana. Dan kata orang juga yang pernah melihat, hidupnya sangat mewah.

GUNARTO (Kesal)
Ya! Tapi anaknya makan lumpur!

I B U   (Seperti Tidak Mendengar Gunarto)
Tapi kemudian tak ada lagi sama sekali kabar apapun tentang Ayahmu. Apalagi sesudah perang sekarang ini, dimana kita dapat bertanya?

MAIMUN                 
Bagaimana rupa Ayah yang sebenarnya, Bu?

I B U              
Waktu ia masih muda, ia tak suka belajar. Tidak seperti kau. Ia lebih suka berfoya-foya. Ayahmu pada masa itu sangat disegani orang. Ia suka meminjamkan uang kesana kemari. Dan itulah....

GUNARTO (Kesal Lalu Mengalihkan Pembicaraan)
Selama hari raya ini berapa hari kau libur, Mun?

MAIMUN                 
Dua hari, Bang.

I B U              
Oh ya! Hampir lupa masih ada makanan yang belum Ibu taruh dimeja.

(IBU LALU MASUK KEDALAM)

GUNARTO (Setelah Diam Sebentar)
Pak Tirto bertemu dengan orang tua itu kapan, Mun?

MAIMUN                 
Kemarin sore, Bang. Kira-kira jam setengah tujuh.

GUNARTO              
Bagaimana pakaiannya?

MAIMUN                 
Tak begitu bagus lagi katanya. Pakaiannya sudah compang-camping dan kopiahnya sudah hampir putih.

GUNARTO (Acuh Saja)
Oh begitu?

MAIMUN                 
Kau masih ingat rupa Ayah, Bang?

GUNARTO (Cepat)
Tidak ingat lagi aku.

MAIMUN                 
Semestinya abang ingat, karena umur abang waktu itu sudah delapan tahun. Sedangkan aku saja masih ingat, walaupun samar-samar.

MAIMUN (Agak Kesal)
Tidak ingat lagi aku. Sudah lama aku paksa diriku untuk melupakannya.

MAIMUN (Terus Bicara)
Pak Tirto banyak cari tanya tentang Ayah.

IBU KELUAR KEMBALI MEMBAWA MAKANAN LALU BERGABUNG LAGI  DENGAN MEREKA.

I B U              
Ya, kata orang Ayahmu seorang yang baik hati. (MENERAWANG) Jika ia berada disini sekarang dirumah ini, besok hari raya, tentu ia bisa bersenang-senang dengan anak-anaknya...

GUNARTO (Mengalihkan Pembicaraan)
Eh, Mintarsih seharusnya sudah pulang sekarang.. jam berapa sekarang ini?

MAIMUN                 
Bang Narto. Ada kabar aneh lagi nih! Tadi pagi aku berkenalan dengan orang India. Dia mengajarkan aku bahasa Urdu, dan aku memberikan pelajaran bahasa Indonesia kepada dia!

GUNARTO              
Baguslah itu. Kau memang harus mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Supaya nanti kau dapat banggakan kalau kau bisa jadi orang yang sangat berguna bagi masyarakat! Jangan seperti aku ini, hanya lulusan sekolah rendah. Aku tidak pernah merasakan atau bisa lebih tinggi lagi, karena aku tidak punya Ayah. Tidak ada orang yang mau membantu aku. Tapi kau Maimun, yang sekolah cukup tinggi, bekerjalah sekuat tenagamu! Aku percaya kau pasti bisa memenuhi tuntutan zaman sekarang ini!

MASUK MINTARSIH SEORANG ANAK GADIS YANG TAMPAK RIANG. IA MEMBAWA SESUATU YANG TAMPAKNYA UNTUK KEPERLUAN HARI RAYA BESOK.

MINTARSIH                       
Ah.... sudah berbuka puasa semuanya?

I B U              
Tadi kami menunggu kau, tapi lama benar?

(Mintarsih Bergerak Mendekati Jendela Lalu Melongokkan Kepalanya Melihat Keluar)

Makanlah. Apa yang kau lihat diluar?

MINTARSIH                       
Waktu saya lewat disitu tadi...

(Menoleh Melihat Gunarto Yang Tampak Acuh Saja)

Bang Narto... dengarlah dulu..

GUNARTO (Tenang)
Ya, aku dengar.

MINTARSIH                       
Ada orang tua diujung jalan ini. Dari jembatan sana melihat-lihat kearah rumah kita. Nampaknya seperti seorang pengemis.

(Semua DiaM)

Yah... kenapa semua jadi diam?

GUNARTO TERTUNDUK MEMBISU

MAIMUN (Dengan Cepat) 
Orang tua?? bagaimana rupanya?

MINTARSIH                       
Hari agak gelap. Jadi tidak begitu jelas kelihatannya... tapi orangnya....

TINGGI ATAU PENDEK TERGANTUNG PEMERAN. SUARA BEDUG AGAK KERAS TERDENGAR.

MAIMUN (Bangkit Dari Duduknya Lalu Melihat Ke Jendela)
Coba ku lihat!

KEMUDIAN MAIMUN KELUAR  TAK LAMA MASUK KEMBALI, LALU MELONGOKKAN KEPALANYA KE JENDELA LAGI

GUNARTO (Menoleh Sedikit Kepada Maimun) 
Siapa Mun?

MAIMUN                 
Tak ada orang kelihatannya?!

DUDUK KEMBALI

I B U (tampak sedih) 
Malam hari raya seperti ini ia berlalu dulu itu...

(Terkenang)

Mungkin ....

GUNARTO (agak kesal)
Ah Bu, lupakan sajalah apa yang sudah berlalu itu.

SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN TERDENGAR AGAK JELAS KETIKA SUASANA HENING, SAMBIL MENUNGGU DIALOG.

I B U              
Waktu kami masih sama-sama muda, kami sangat berkasih-kasihan. Sejelek-jelek Ayahmu, banyak juga kenangan-kenangan di masa itu yang tak dapat Ibu lupakan. Nak, mungkin ia kembali juga?

SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN MAKIN SAYUP-SAYUP LALU TERDENGAR SUARA ORANG MEMBERI SALAM DARI PINTU LUAR.

R. SALEH                
Assalamualaikum, assalamualaikum... apa disini rumahnya Nyonya Saleh?

I B U              
Astagfirullah! Seperti suara Ayahmu, nak? Ayahmu pulang, nak!

IBU BERGERAK MENDEKATI PINTU RUMAH LALU MEMBUKA PINTU LEBIH LEBAR. DAN NAMPAK RADEN SALEH BERDIRI DIHADAPANNYA. SUASANA JADI HENING TIBA-TIBA. HANYA TERDENGAR SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN YANG SAYUP-SAYUP NAMUN JELAS TERDENGAR.

R. SALEH (setelah lama berpandangan)
Tina? Engkau Tina??

I B U (agak gugup)
Saleh? Engkau Saleh?? Engkau banyak berubah, Saleh.

R. SALEH (tersenyum malu)
Ya. Ya aku berubah, Tina. Dua puluh tahun perceraian merubah wajahku.

(KEMUDIAN MEMANDANGI ANAK-ANAKNYA SATU PERSATU)

Dan ini tentunya anak-anak kita semua?

I B U              
Ya, memang ini adalah anak-anakmu semua. Sudah lebih besar dari Ayahnya. Mari duduk, dan pandangilah mereka...

R. SALEH (ragu)
Apa? Aku boleh duduk, Tina?

MINTARSIH MENARIK KURSI UNTUK MEMPERSILAHKAN RADEN SALEH DUDUK.

I B U              
Tentu saja boleh. Mari....

(Menuntun raden saleh sampai ke kursi)

Ayahmu pulang, Nak.

MAIMUN (gembira lalu berlutut dihadapan raden saleh)
Ayah, aku Maimun.

R. SALEH                
Maimun? Engkau sudah besar sekarang, Nak. Waktu aku pergi dulu, engkau masih kecil sekali. Kakimu masih lemah, belum dapat berdiri.

(Diam sebentar lalu melihat mintarsih)

Dan Nona ini, siapa?

MINTARSIH                       
Saya Mintarsih, Ayah.

(LALU MENCIUM TANGAN AYAHNYA)

R. SALEH                
Ya, ya... Mintarsih. Aku dengardari jauh bahwa aku mendapat seorang anak lagi. Seorang putri.

(Memandang wajah mintarsih)

Engkau cantik, Mintarsih. Seperti Ibumu dimasa muda.

(Ibu tersipu malu)

Aku senang sekali. Tak tahu apa yang harus ku lakukan?

I B U              
Aku sendiri tidak tahu dimana aku harus memulai berbicara? Anak-anak semuanya sudah besar seperti ini. Aku kira inilah bahagia yang paling besar.

R. SALEH (tersenyum pahit)
Ya, rupanya anak-anak dapat juga besar walaupun tidak dengan Ayahnya.

I B U              
Mereka semua sudah jadi orang pandai sekarang. Gunarto bekerja diperusahaan tenun. Dan Maimun tak pernah tinggal kelas selama bersekolah. Tiap kali keluar sebagai yang pertama dalam ujian. Sekarang mereka sudah mempunyai penghasilan masing-masing. Dan Mintarsih dia ini membantu aku menjahit.

MINTARSIH (malu)
Ah, Ibu.

R. SALEH (sambil batuk-batuk)
Sepuluh tahun aku menjadi seorang saudagar besar disingapur. Aku menjadi kepala perusahaan dengan pegawai berpuluh-puluh orang. Tapi malang bagiku, toko itu habis terbakar. Lalu seolah-olah seperti masih belum puas menyeret aku kelembah kehancuran, saham-saham yang ku beli merosot semua nilainya sehabis perang ini. Sesudah itu semua segala yang kukerjakan tak ada lagi yang sempurna. Sementara aku sudah mulai tua. lalu tempat tinggalku, keluargaku, anak isteriku tergambar kembali didepan mata dan jiwaku. Kalian seperti mengharapkan kasihku.

(Batuk-batuk. Lalu memandang gunarto)

Maukah engkau memberikan air segelas buat ku Gunarto? Hanya engkau yang tidak....

I B U (gelisah serba salah)
Narto, Ayahmu yang berbicara itu. Mestinya engkau gembira, nak. Sudah semestinya Ayah berjumpa kembali dengan anak-anaknya yang sudah sekian lama tidak bertemu.

R. SALEH                
Kalau Narto tak mau, engkaulah Maimun. Maukah kau memberikan Ayah air segelas?

MAIMUN                 
Baik, Ayah.

MAIMUN BERGERAK HENDAK MENGAMBILKAN AIR MINUM, TAPI NIATNYA TERHENTI OLEH TEGURAN KERAS GUNARTO.

GUNARTO              
Maimun! Kapan kau mempunyai seorang Ayah!

I B U              
Gunarto!

(SEDIH, GELISAH DAN MULAI MENANGIS)

GUNARTO (bicara perlahan tapi pahit)
Kami tidak mempunyai Ayah, Bu. Kapan kami mempunyai seorang Ayah?

I B U (agak keras tapi tertahan)
Gunarto! Apa katamu itu!

GUNARTO              
Kami tidak mempunyai seorang Ayah kataku. Kalau kami mempunyai Ayah, lalu apa perlunya kami membanting tulang selama ini? Jadi budak orang! Waktu aku berumur delapan tahun, aku dan Ibu hampir saja terjun kedalam laut, untung Ibu cepat sadar. Dan jika kami mempunyai Ayah, lalu apa perlunya aku menjadi anak suruhan waktu aku berumur sepuluh tahun? Kami tidak mempunyai seorang Ayah. Kami besar dalam keadaan sengsara. Rasa gembira didalam hati sedikitpun tidak ada. Dan kau Maimun,. Lupakah engkau waktu menangis disekolah rendah dulu? Karena kau tidak bisa membeli kelereng seperti kawan-kawanmu yang lain. Dan kau pergi kesekolah dengan pakaian yang sudah robek dan tambalan sana-sini? Itu semua terjadi karena kita tidak mempunyai seorang Ayah! Kalau kita punya seorang Ayah, lalu kenapa hidup kita melarat selama ini!

IBU DAN MINTARSIH MULAI MENANGIS DAN MAIMUN MERASA SEDIH.

MAIMUN                 
Tapi bang, Narto. Ibu saja sudah memaafkannya. Kenapa kita tidak?

GUNARTO (sikapnya dingin, namun keras)
Ibu seorang perempuan. Waktu aku kecil dulu, aku pernah menangis dipangkuan Ibu karena lapar, dingin dan penyakitan, dan Ibu selalu bilang “Ini semua adalah kesalahan Ayahmu, Ayahmu yang harus disalahkan.” Lalu kemudian aku jadi budak suruhan orang! Dan Ibu jadi babu mencuci pakaian kotor orang lain! Tapi aku berusaha bekerja sekuat tenagaku! Aku buktikan kalau aku dapat memberi makan keluargaku! Aku berteriak kepada dunia, aku tidak butuh pertolongan orang lain! Yah.. orang yang meninggalkan anak dan isterinya dalam keadaan sengsara. Tapi aku sanggup menjadi orang yang berharga, meskipun aku tidak mengenal kasih sayang seorarng ayah! Waktu aku berumur delapan belas tahun, tak lain yang selalu terbayang dan terlihat diruang mataku hanya gambaran Ayahku yang telah sesat! Ia melarikan diri dengan seorang perempuan asing yang lalu menyeretnya kedalam lembah kedurjanaan! Lupa ia kepada anak dan isterinya! Juga lupa ia kepada kewajibannya karena nafsunya telah membawanya kepintu neraka! Hutangnya yang ditinggalkan kepada kita bertimbun-timbun! Sampai-sampai buku tabunganku yang disimpan oleh Ibu ikut hilang juga bersama Ayah yang minggat itu! Yah, masa kecil kita sungguh-sungguh sangat tersiksa. Maka jika memang kita mempunyai Ayah, maka Ayah itulah musuhku yang sebesar-besarnya!!

I B U              
Gunarto!

(MINTARSIH DAN IBU MENANGIS)

MAIMUN                 
Bang!

MINTARSIH                       
Bang!

(KALAU MUNGKIN DIALOG MEREKA BERTIGA TADI DIUCAPKAN BERBARENGAN)

MAIMUN (dengan suara agak sedih)
Tapi, Bang. Lihat Ayah sudah seperti ini sekarang. Ia sudah tua bang Narto.

GUNARTO              
Maimun, sering benar kau ucapkan kalimat “Ayah” kepada orang yang tidak berarti ini? Cuma karena ada seorang tua yang masuk kerumah ini dan ia mengatakan kalau ia Ayah kita, lalu kau sebut pula ia Ayah kita? Padahal dia tidak kita kenal. Sama sekali tidak Maimun. Coba kau perhatikan apakah kau benar-benar bisa merasakan kalau kau sedang berhadapan dengan Ayah mu?

MAIMUN                 
Bang Narto, kita adalah darah dagingnya. Bagaimanapun buruknya kelakuan dia kita tetap anaknya yang harus merawatnya.

GUNARTO              
Jadi maksudmu ini adalah kewajiban kita? Sesudah ia melepaskan hawa nafsunya dimana-mana, lalu sekarang ia kembali lagi kesini karena sudah tua dan kita harus memeliharanya? Huh, enak betul!

I B U (bingung, serba-salah) 
Gunarto, sampai hati benar kau berkata begitu terhadap Ayahmu. Ayah kandungmu.

GUNARTO (cepat)  
Ayah kandung? Memang Gunarto yang dulu pernah punya Ayah, tapi dia sudah meninggal dunia dua puluh tahun yang lalu. Dan Gunarto yang sekarang adalah Gunarto yang dibentuk oleh Gunarto sendiri! aku tidak pernah berhutang budi kepada siapapun diatas dunia ini. Aku merdeka, semerdeka merdekanya, Bu!

SUARA BEDUG DAN TAKBIR BERSAHUT-SAHUTAN DIIRINGI SUARA TANGIS IBU DAN MINTARSIH.

R. SALEH (diantara batuknya)
Aku memang berdosa dulu itu. Aku mengaku. Dan itulah sebabnya aku kembali pada hari ini. Pada hari tuaku untuk memperbaiki kesalahan dan dosaku. Tapi ternyata sekarang.... yah, benar katamu Narto. Aku seorang tua dan aku tidak bermaksud untuk mendorong-dorongkan diri agar diterima dimana tempat yang aku tidak dikehendaki.

(Berfikir,sementara maimun tertunduk diam dan mintarsih menangis dipelukan ibunya)

Baiklah aku akan pergi. Tapi tahukah kau Narto, bagaimana sedih rasa hatiku. Aku yang pernah dihormati, orang kaya yang memiliki uang berjuta-juta banyaknya, sekarang diusir sebagai pengemis oleh seorang anak kandungnya sendiri.... tapi biarlah sedalam apapun aku terjerumus kedalam kesengsaraan, aku tidak akan mengganggu kalian lagi.

(BERDIRI HENDAK PERGI, TETAP BATUK-BATUK)

MAIMUN (menahan)
Tunggu dulu, Ayah! Jika Bang Narto tidak mau menerima Ayah, akulah yang menerima Ayah. Aku tidak perduli apa yang terjadi!

GUNARTO              
Maimun! Apa pernah kau menerima pertolongan dari orang tua seperti ini? Aku pernah menerima tamparan dan tendangan juga pukulan dari dia dulu! Tapi sebiji djarahpun, tak pernah aku menerima apa-apa dari dia!

MAIMUN                 
Jangan begitu keras, Bang Narto.

GUNARTO (marah, dengan cepat)
Jangan kau membela dia! Ingat, siapa yang membesarkan kau! Kau lupa! Akulah yang membiayaimu selama ini dari penghasilanku sebagai kuli dan kacung suruhan! Ayahmu yang sebenar-benarnya adalah aku!

MINTARSIH                       
Engkau menyakiti hati Ibu, Bang.

(SAMBIL TERSEDU-SEDU)

GUNARTO              
Kau ikut pula membela-bela dia! Sedangkan untuk kau, aku juga yang bertindak menjadi Ayahmu selama ini! Baiklah, peliharalah orang itu jika memang kalian cinta kepadanya! Mungkin kau tidak merasakan dulu pahit getirnya hidup karena kita tidak punya seorang Ayah. Tapi sudahlah, demi kebahagiaan saudara-saudaraku, jangan sampai menderita seperti aku ini.

IBU DAN MINTARSIH TERUS MENANGIS. SEMENTARA MAIMUN DIAM KAKU. SUARA BEDUG DAN TAKBIR TERUS BERSAHUT-SAHUTAN. LALU TERDENGAR SUARA GEMURUH PETIR DAN HUJANPUN TURUN.

R. SALEH                
Aku mengerti... bagiku tidak ada jalan untuk kembali. Jika aku kembali aku hanya mengganggu kedamaian dan kebahagiaan anakku saja. Biarlah aku pergi. Inilah jalan yang terbaik. Tidak ada jalan untuk kembali.

RADEN SALEH BERGERAK PERLAHAN SAMBIL BATUK-BATUK, SEMENTARA MAIMUN MENGIKUTI DARI BELAKANG.

MAIMUN                 
Ayah, apa Ayah punya uang? Ayah sudah makan?

MINTARSIH (dengan air mata tangisan)
Kemana Ayah akan pergi sekarang?

R. SALEH                
Tepi jalan atau dalam sungai. Aku cuma seorang pengemis sekarang. Seharusnya memang aku malu untuk masuk kedalam rumah ini yang kutinggalkan dulu. Aku sudah tua lemah dan sadar, langkahku terayun kembali. Yah, sudah tiga hari aku berdiri didepan sana, tapi aku malu tak sanggup sebenarnya untuk masuk kesini. Aku sudah tua, dan ....

RADEN SALEH MEMANDANGI ANAK-ANAKNYA SATU PERSATU LALU KELUAR DENGAN PERLAHAN SAMBIL BATUK-BATUK. BERJALAN LEMAH DIIRINGI SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN YANG SAYUP-SAYUP MASIH TERDENGAR, SEMENTARA HUJAN MULAI TURUN DENGAN DERAS.

I B U (sambil menangis)
Malam hari raya dia pergi dan datang untuk pergi kembali. Seperti gelombang yang dimainkan oleh angin topan. Demikianlah nasib Ibu, Nak.

MINTARSIH (sambil menangis menghampiri gunarto, lalu bergerak kedekat jendela)
Bang.... bagaimanakah Abang? Tidak dapatkah Abang memaafkan Ayah? Besok hari raya, sudah semestinya kita saling memaafkan. Abang tidak kasihan? Kemana dia akan pergi setua itu?

HUJAN SEMAKIN DERAS.

MAIMUN (kesal)
Tidak ada rasa belas kasihan. Tidak ada rasa tanggung jawab terhadap adik-adiknya yang tidak berAyah lagi.

MINTARSIH                       
Dalam hujan lebat seperti ini, Abang suruh dia pergi. Dia Ayah kita Bang. Ayah kita sendiri!

GUNARTO (memandang adiknya)
Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa. Mengapa kalian menyalahkan aku saja? Aku sudah hilangkan semua rasa itu! Sekarang kalian harus pilih, dia atau aku!!

MAIMUN (tiba-tiba bangkit marahnya)
Tidak! Aku akan panggil kembali Ayahku pulang! Aku tidak perduli apa yang Abang mau lakukan? Kalau perlu bunuh saja aku kalau Abang mau! Aku akan panggil Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti pulang!

MAIMUN LARI KELUAR RUMAH. SEMENTARA HUJAN MAKIN LEBAT DIIRINGI SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN SAYUP-SAYUP TERDENGAR.

GUNARTO              
Maimun kembali!

GUNARTO CEPAT HENDAK MENYUSUL MAIMUN TAPI TIDAK JADI LALU PERLAHAN-LAHAN DUDUK KEMBALI. IBU DAN MINTARSIH MENANGIS. SUASANA HENING SEJENAK HANYA TERDENGAR SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN SERTA GEMURUH HUJAN. TAK BERAPA LAMA TAMPAK MAIMUN MASUK KEMBALI. NAMUN IA HANYA MEMBAWA PAKAIAN  DAN KOPIAH AYAHNYA SAJA. MAIMUN KELIHATAN MENANGIS.

MINTARSIH                       
Mana Ayah, Bang?

I B U              
Mana Ayahmu?

MAIMUN                 
Tidak aku lihat. Hanya kopiah dan bajunya saja yang kudapati....

GUNARTO              
Maimun, dimana kau dapatkan baju dan kopiah itu?

MAIMUN                 
Dibawah lampu dekat jembatan...

GUNARTO              
Lalu Ayah? Bagaimana dengan Ayah? Dimana Ayah?

MAIMUN                 
Aku tidak tahu....

GUNARTO (kaget. Sadar)
Jadi, jadi Ayah meloncat kedalam sungai!!

I B U (menjerit)
Gunarto....!!!

GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah ayahnya. Tampak menyesal)
Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku. Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku pulang......

GUNARTO BERTERIAK MEMANGGIL-MANGGIL AYAHNYA LALU LARI KELUAR RUMAH DAN TERUS BERTERIAK-TERIAK SEPERTI ORANG GILA. IBU MINTARSIH DAN MAIMUN BERBARENGAN BERTERIAK MEMANGGIL GUNARTO “GUNARTO....!!” SUARA BEDUG BERSAHUT-SAHUTAN DIIRINGI TAKBIR. SEMENTARA HUJAN MASIH SAJA TURUN DENGAN DERASNYA. LAMPU PANGGUNG PERLAHAN-LAHAN MATI LALU LAYAR TURUN.





S  E  L  E  S  A 




AYAHKU PULANG "
Karya : Usmar Ismail
Sutradara : Imas Izfatur Rizah
Sinopsis
       Gambaran sebuah garis takdir kehidupan keluarga, yang mana rasa cinta, rindu, dan benci menjadi bayangan selama kepergian ayahnya. Menceritakan lima tokoh dalam setting malam idhul Fitri dengan kerinduan Ibunya dan kebencian anak pertamanya Gunarto, hingga kepergian Ayahnya setelah kembali lagi di rumahnya.
            20 Tahun berlalu, kenangan kelau teringat bersama deru suara takbir idhul fitri bersama kokokan ayam, dan mentari pagi yang menyingsing di ufuk timur. Ayah yang telah pergi, teringat kembali dalam ingatan ibu dan gunarto yang lelah bekerja di pabrik tenun tiada henti. Ibu ingatkan gunarto akan semua ingatannya pada ayahnya , tapi gunarto marah , sedih , rindu akan ayahnya yang  tinggalkannya demi perempuan kaya di luar sana. Pulanglah mimtarsih dari dunia tidak beradab, menuju rumahnya di  tanah yang tertinggal. Ia takut, ada seorang lelaki tua yang serasa ia kenal dan terus memandanginya, maka berceritalah ia pada ibu dan kakaknya tentang kegundahannya akan seorang kakek di luar sana.
            .Air laut akan kembali ke laut juga, ayah yang telah lama pergi kembali juga, ibu yang begitu rindu, maimun yang belum pernah melihatnya, dan mimtarsih yang terpaku melihat sesosok itu, bahagaia bercampur gundah, ayah yang mereka rindukan, tapi juga yang tinggalkan mereka di dunia yang kejam peunh dengan nista. Tak begitu dengan gunarto, amarahnya memuncah tiada terarah, kebencian yang di pupuk kesakitan saat kelaparan sewaktu kecil bersama ibunya, di karenakan ayahnya yang telah tinggalkannya begitu saja. Makian demi makian memuncah terucap sumpah serapah dari bibirnya untuk ayahnya, yang ia anggap nista, senista babi di kandang iblis. Ayahnya tersentak, terhentak, tersakiti hingga pergi saat awan bergemuruh dan langit meledak-ledak. Maimun yang tak kuat melihat semua mengejar ayahnya, tapi apa harus di kata maimun hanya temukan sebuah tas milik ayahnya basah terguyur tangisan langit akan kepedihan terpisah selamanya.
“ Bagaimana berharap menyesal karena sudah merasa kehilangan setelah kepergian seseorang yang kita cintai, atau memilih mempertahankan kebencian?”
Pilihan ada di tangan pemirsa pecinta drama teater...
SELAMAT MENYAKSIKAN...............

“TIM  PEMENTASAN DRAMA AYAHKU PULANG

1.      Sutradara  :      Imas  Izfatur Rizah
2.      Astrada        :     Gigik  Fernando
3.      Pemain      :

1.  Arga  Tri Yudha   sebagai  RADEN SALEH    Ayah.

2.
Vita Fristian  sebagai  T I N A Ibu / Isteri Raden Saleh.

3.
 M. Syahrun Hanafi   sebagai   GUNARTO Anak laki-laki tertua Raden Saleh dan Tina.

4.
Dedy Hermansyah   Sebagai   MAIMUN  Adik laki-laki Gunarto / anak kedua Raden Saleh dan     Tina.

5. Crissye Efta S.   Sebagai   MINTARSIH Adik perempuan Gunarto dan Maimun / anak bungsu Raden Saleh dan Tina.

4.       Stage Manager  : Neni Mei Susanti

5.      Tim Produksi  :

1.    Make Up
a.     Tri Wulandari
b.     Ery Indria
c.      Dini Meilia Marheni

2.    Kostum
a.     Oty Meigan
b.     Evi Yuliati
c.      Wiwin Yunitasari
3.    Penata Panggung
a.     Siti Maryam
b.     Hemmy Qurrotul Aini
c.       Ayu Triwijayanti
4.    Property
a.     Dinasti tya
b.     Hairul Umam
c.      Rahayu Devita
d.     Eka Rahmawati

5.    Musik
a.     Ika devi  A.
b.     Wulan Rosalina
c.      Anggun Fibrinasandy
6.    Lighting
a.     Faishal Efendi
b.    Rokhima
7.    Suara
a.     Uswatun Khasanah